Charlie Hebdo Terbitkan Kartun Presiden Erdogan Lecehkan Wanita Berjilbab

Reza Gunadha Suara.Com
Rabu, 28 Oktober 2020 | 15:21 WIB
Charlie Hebdo Terbitkan Kartun Presiden Erdogan Lecehkan Wanita Berjilbab
Charlie Hebdo, media satire mingguan yang berbasis di Prancis, kembali membuat kehebohan setelah memublikasikan karikatur Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebagai lelaki luncah. [Charlie Hebdo]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Charlie Hebdo, media satire mingguan yang berbasis di Prancis, kembali membuat kehebohan setelah memublikasikan karikatur Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebagai lelaki luncah.

Media yang sempat diserang oleh teroris karena menerbitkan karikatur Nabi Muhammad SAW itu, memublikasikan karikatur Erdogan di tengah ketegangan diplomatik Prancis - Turki.

Sebagai respons, Turki, Rabu (28/10/2020), mengecam Charlie Hebdo dengan tuduhan melakukan rasisme budaya. 

"Kami mengutuk upaya paling menjijikkan dari publikasi ini untuk menyebarkan rasisme dan kebencian budayanya," kata asisten pers Erdogan, Fahrettin Altun, di Twitter seperti dikutip dari France24.com.

Baca Juga: 'Musuhi' Islam, Erdogan Pertanyakan Kesehatan Mental Emmanuel Macron

"Agenda anti-Muslim Presiden Prancis Macron membuahkan hasil! Charlie Hebdo baru saja menerbitkan serangkaian yang disebut kartun yang penuh dengan gambar-gambar tercela yang konon adalah Presiden kita."

Karikatur halaman depan Charlie Hebdo edisi Rabu hari ini, dirilis online pada Selasa (27/10) malam.

Halaman muka terbitan itu memuat karikatur Erdogan hanya memakai kaos kutang dan celana dalam sedang meminum bir.

Tak hanya itu, Erdogan juga digambarkan sedang membuka gamis perempuan berjilbab untuk memperlihatkan pantat telanjangnya.

"Ooh, nabi!" kata karakter itu dalam balon ucapan. Sedangkan judulnya menyatakan "Erdogan: secara pribadi, dia sangat lucu".

Baca Juga: Sumpah Presiden Macron: Kaum Islamis Tidak akan Tidur Nyenyak di Prancis!

Charlie Hebdo menerbitkan karikatur itu ketika eskalasi Presiden Prancis Emmanuel Macron dengan Turki memanas karena kasus pemenggalan guru Samuel Patty.

Setelah Samuel Patty dipenggal oleh pemuda muslim karena mempertunjukkan karikatur Nabi Muhammad SAW ke muridnya, Macron bersumpah membuat kaum Islamis di negerinya tak bisa tidur nyenyak.

Charlie Hebdo sendiri pernah menjadi korban teroristik kaum jihadis pada tahun 2015. Dalam serangan itu, 12 pegawai Charlie Hebdo tewas, termasuk beberapa kartunis paling terkenal.

Pembelaan Macron terhadap Charlie Hebdo, dan komentarnya baru-baru ini bahwa Islam di seluruh dunia sedang "dalam krisis", telah mendorong Erdogan untuk mendesak Turki memboikot produk Prancis di tengah gelombang protes anti-Prancis di negara-negara mayoritas Muslim.

Aksi legal

Sebelumnya, Selasa, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte membela politisi sayap kanan negaranya, Geert Wilders, setelah Erdogan mengambil tindakan hukum terhadapnya.

Wilders telah membagikan kartun presiden Turki yang mengenakan topi Ottoman berbentuk seperti bom dengan sumbu yang menyala di Twitter.

"Saya memiliki pesan untuk Presiden Erdogan dan pesan itu sederhana: Di Belanda, kebebasan berekspresi adalah salah satu nilai tertinggi kami," kata Rutte.

Sebelumnya, para pemimpin Eropa termasuk Kanselir Jerman Angela Merkel telah membela Macron setelah Erdogan menyarankan dia membutuhkan "pemeriksaan mental".

"Itu adalah komentar fitnah yang sama sekali tidak dapat diterima, terutama dengan latar belakang pembunuhan mengerikan guru bahasa Prancis Samuel Paty oleh seorang fanatik Islam," kata juru bicara Kanselir Jerman Angela Merkel Steffen Seibert.

Erdogan memiliki rekam jejak dalam menggunakan tindakan hukum terhadap kritikus di Eropa.

Dia berkasus pada tahun 2016 terhadap komik TV Jerman Jan Boehmermann, karena membacakan puisi yang mengkritik erdogan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI