Suara.com - Para pemimpin Eropa memberi dukungan kepada Presiden Prancis setelah produknya di boikot sejumlah negara Timur Tengah.
Menyadur France24, para pemimpin Eropa bersatu di belakang presiden Prancis dan mengecam seruan Presiden Erdogan terhadap Macron.
"Itu adalah komentar fitnah yang sama sekali tidak dapat diterima, terutama dengan latar belakang pembunuhan mengerikan terhadap guru bahasa Prancis Samuel Paty oleh seorang fanatik Islam," kata Steffen Seibert, juru bicara Kanselir Jerman Angela Merkel.
Perdana Menteri Italia, Belanda, dan Yunani juga menyatakan dukungannya untuk Prancis, seperti yang dilakukan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen.
Baca Juga: Macron Bikin Tengku Kesal: Ramai Negara Boikot Produk Prancis, NKRI Gimana?
"Kata-kata Presiden Erdogan yang ditujukan kepada Presiden Emmanuel Macron tidak dapat diterima," tulis Perdana Menteri Belanda Mark Rutte di akun Twitternya.
Mark Rutte juga menambahkan bahwa Belanda berdiri untuk kebebasan berbicara dan melawan ekstrimisme dan radikalisme.
"Penghinaan pribadi tidak membantu agenda positif yang ingin dilakukan Uni Eropa dengan Turki tetapi mendorong solusi lebih jauh." tulis Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte.
Presiden Erdogan bukan satu-satunya kepala negara yang menegur Prancis dan presidennya karena diduga menyinggung umat Islam.
Dalam serangkaian tweet yang diposting pada hari Minggu, Perdana Menteri Pakistan Imran Khan menuduh Macron menyerang Islam tanpa memahami terlebih dahulu.
Baca Juga: Orang Kaya Penggemar Brand Mewah Belum Tentu Mau Boikot Produk Prancis
"Presiden Macron telah menyerang dan melukai sentimen jutaan Muslim di Eropa & di seluruh dunia." cuit Imran Khan di sosial medianya.
Awal bulan ini, sebelum kasus pemenggalan guru sejarah di pinggiran kota Paris, Macron meluncurkan sebuah rencana untuk berperang melawan separatisme Islam di Prancis.
Macron menekankan bahwa yang dia maksud adalah "Islamisme radikal" dan bukan Muslim pada umumnya, meskipun dia juga berpendapat bahwa Islam berada dalam krisis.
Berdampak kecil
Aksi seruan boikot terhadap produk Prancis di sejumlah negara Timur Tengah hanya berdampak kecil terhadap ekonomi Prancis.
Menurut ekonom Prancis Stéphanie Villers, boikot tersebut kemungkinan hanya berdampak kecil pada ekspor Prancis.
"Jika ada niat nyata untuk merugikan ekonomi Prancis, maka semua produk Prancis akan diboikot," kata Villers kepada radio RTL, mengutip sektor penerbangan mewah belum terpengaruh.
Ekspor senjata merupakan bagian terbesar dari perdagangan Prancis dengan negara-negara seperti Qatar dan Kuwait, kata Frédéric Encel, seorang profesor geopolitik di Paris Business School.
"Kontrak semacam itu membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dinegosiasikan", katanya kepada harian Prancis Le Parisien.
"Tidak ada masjid atau LSM yang dapat menghentikan penjualan pesawat pengebom Prancis atau jet tempur Rafale." sambungnya.
Menggambarkan boikot sebagai fenomena mikro, Encel mengatakan negara-negara Timur Tengah juga enggan memprovokasi tindakan pembalasan oleh mitra Prancis di Eropa.
"Untuk alasan ekonomi, pemerintah akan memastikan aksi protes tetap marjinal. Bagi kebanyakan negara Muslim, Uni Eropa adalah mitra dagang yang lebih penting daripada China, Amerika Serikat atau India. Mereka tidak dapat mengambil risiko terkena sanksi dari mitra dagang utama mereka." kata Encel kepada Le Parisien.