Suara.com - Puluhan ribu orang turun ke jalan di ibu kota Bangladesh, Dhaka, Selasa (27/10) menyerukan boikot barang-barang Prancis di tengah sengketa posisi Prancis terkait kelompok Islam radikal.
Demonstran membakar patung Presiden Emmanuel Macron, yang membela pembuatan kartun Nabi Muhammad.
Polisi memblokade demonstran yang berupaya menuju kedutaan Prancis.
Macron menjadi sasaran di sejumlah negara dengan penduduk mayoritas Muslim setelah ia mempertahankan sekulerisme Prancis.
Baca Juga: Anak Buah Megawati Kritik Keras Presiden Macron
Kementerian luar negeri Prancis telah mengeluarkan peringatan kepada warganya di Indonesia, Bangladesh, Irak dan Mauritania, agar berhati-hati.
- Presiden Macron dan kontroversi kartun Nabi Muhammad: Arab Saudi kecam 'karikatur yang menyinggung'
- Prancis tindak keras Islam radikal di tengah cekcok dengan Turki
- Lomba kartun Nabi Muhammad di Belanda dibatalkan setelah dikecam Indonesia dan Pakistan
Warga Prancis diminta untuk menghindar protes terkait kartun Nabi Muhammad dan menghindari kerumunan.
Macron mengangkat soal kartun Nabi Muhammad menyusul pemenggalan seorang guru yang menunjukkan kartun itu kepada para muridnya.
Saat memberikan penghormatan kepada guru itu, Macron mengatakan Prancis "tidak akan berhenti (menerbitkan) kartun kami."
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga menyerukan boikot atas produk-produk Prancis pada hari Senin (26/10).
Baca Juga: Presiden Turki Serukan Boikot Produk-produk Prancis
Dalam pidato di televisi, Erdogan mengatakan Muslim menjadi sasaran kampanye seperti yang terjadi terhadap Yahudi di Eropa sebelum Perang Dunia II," katanya.
Erdogan mengatakan, "Para pemimpin Eropa harus meminta kepada presiden Prancis untuk menghentikan kampanye kebencian."
Namun negara-negara Eropa mendukung Macron dan mengecam komentar Erdogan terkait pemimpin Prancis itu.
Erdogan mengatakan Macron perlu "perawatan mental" atas posisinya terkait kelompok Islam radikal, langkah yang membuat Prancis memanggil duta besar mereka untuk Turki, untuk berkonsultasi.
Demonstran sebut Macron 'memuja setan'
Polisi memperkirakan sekitar 40.000 orang turun ke jalan dalam demonstrasi yang diorganisir oleh kelompok Andolan Islami, salah satu partai terbesar di Bangladesh.
Pengunjuk rasa menerikakkan "boikot produk Prancis" dan menyerukan agar Presiden Macron dihukum.
"Macron adalah salah satu dari segelintir pemimpin yang memuja setan," kata pemimpin Islami Andolan, Atur Rahman, dalam unjuk rasa itu.
Atur Rahman mendesak pemerintah Bangladesh untuk mengusir duta besar Prancis.
"Prancis adalah musuh Muslim. Mereka yang mewakli Prancis adalah mush kami juga," kata pemimpin kelompok lain, Nesar Uddin.
Polisi menggunakan kawat berduri untuk membarikade jalan sekitar lima kilometer dari kedutaan Prancis.
Pernyataan kementerian luar negeri Prancis selain meminta warga di sejumlah negara berhati-hati, juga mengkritik seruan boikot dengan menyebut langkah itu, "Memutarbalikkan posisi yang dibela Prancis yang mengedepankan kebebasan ekspresi, kebebasan agama dan menolak seruan kebencian" serta memutarbalikkan komentar Macron terkait Islam untuk "tujuan politik."
"Akibatnya, boikit itu tak ada gunanya dan harus segera diakhiri dan juga akhiri serangan terhadap negara kami yang dipicu oleh kelompok minoritas radikal."
Pemenggalan guru sejarah
Seorang guru Samuel Paty dipenggal pada 16 Oktober oleh remaja berusia 18 tahun Abdullakh Anzorov, di luar Paris, setelah memperlihatkan kartun Nabi Muhammad kepada para muridnya dalam pelajaran kebebasan berbicara.
Pembunuhan guru terjadi di tengah pengadilan serangan tahun 2015 terhadap Charlie Hebdo, majalah satiris yang menerbitkan kartun.
Demonstrasi berlangsung di seluruh Prancis setelah pembunuhan Paty.
Potretnya dan kartun Nabi Muhammad dipancarkan di balai kota dia dua kota Prancis minggu lalu sebagai penghargaan keapda guru itu.
Dalam upacara pemakaman, Macron memuji Paty dan berjanji akan terus "melanjutkan perjuangan kebebasan, kebebasan untuk membela Republik yang menjadi wajauhmu."
Kematian Paty terjadi dua minggu setelah Presiden Prancis menggambarkan Islam sebagai agama yang berada dalam "krisis" dan mengumumkan langkah baru untuk menangani apa yang ia sebut "separtisme Islamis."
Sekulerisme atau laïcité menjadi lambang identitas Prancis.
Menekan kebebasan ekspresi untuk mellindungi salah satu komunitas mengancam persatuan, menurut landasan negara itu.
Populasi Muslim di Prancis terbesar di Eropa Barat dan sejumlah kalangan menuduh pemerintah menggunakan alasan sekulerisme untuk menyasar Muslim.
Dalam cuitan Senin (26/10), Macron mengatakan Prancis "tidak akan menyerah namun juga akan menghargai semua perbedaan dengan semangat perdamaian".
"Kami tidak menerima ujaran kebencian dan membela debat yang memiliki landasan. Kami selalu mengedepankan martabat manusia dan nilai-nilai universal," tulisnya.
Reaksi negara lain
Saudi Arabia telah mengeluarkan pernyataan resmi mengecam penerbitan kartun Nabi Muhammad, namun tidak menyebut Prancis.
Pernyataan kementerian luar negeri menyebutkan Saudi "menolak upaya mengaitkan Islam dan terorirsme" dan bahwa negara itu juga "mengecam segala bentuk terorisme, siapapun pelakuknya."
Pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov menuduh Macron memprovokasi umat Islam.
Dengan kata-kata keras, Kadyrov mengatakan Selasa (27/10) presiden Prancis "sendiri mulai terlihat sebagai seorang teroris".
"Dengan mendukung provokasi, ia diam-diam menyerukan Muslim untuk melakukan kejahatan," katanya.
Chechya adalah republik otonom di Rusia selatan dengan mayoritas Muslim.
Dalam cuitan hari Minggu (24/10), Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan menuduh Macron "menyerang Islam".
Produk-produk Prancis dipindahkan dari sejumlah toko di Kuwait, Jordania dan Qatar.
Protes juga berlangsung di sejumlah negara termasuk Irak, Libya dan Suriah.
Namun, para pemimpin Eropa mendukung Prancis.
Jerman megnatakan "solidaritas" terhadap Macron setelah komentar Erdogan, sementara juru bicara pemerintah Steffen Seibert menyebut pernyataan Presiden Turki itu "mencela" dan "sama sekali tidak dapat diterima."
Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte mengatakan "Belanda tetap membela Prancis dan bagi nilai-nilai kolektif Uni Eropa."
Sementara Perdana Menteri Italia, Giuseppe Conte juga mengungkapkan "solidaritas penuh" terhadap Macron.