Suara.com - Tersangka Sugi Nur Raharja alias Gus Nur ditahan polisi. Gus Nur berurusan dengan polisi dalam kasus dugaan ujaran kebencian dan penghinaan terhadap Nahdlatul Ulama.
Sejumlah tokoh berharap kasus tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan, bukan pidana.
"Saya yakin ulama besar seperti Kiai Said memahami bahwa penyelesaian terbaik kasus Gus Nur adalah dengan bertukar fikiran," kata politikus Partai Gerindra Habiburokhman.
Habiburokhman yakin NU dapat membukakan pintu maaf kepada Gus Nur, sebab organisasi ini dikenal dengan menghargai perbedaan-perbedaan pikiran.
Baca Juga: Ngabalin: Sugi Selamat Datang di Penjara, Semoga Disusul Refly Harun
"NU ibarat bapak, Gus Nur ibarat anak. Aneh kalau bapak dinarasikan berseteru dengan anak di ranah pidana. NU adalah organisasi besar tempat lahirnya pemikiran-pemikiran besar dan kritis, saya berdoa dibukakan pintu dialog dan maaf kalaupun ada kritikan anak yang dianggap terlalu pedas," kata dia.
Demikian pula politikus Partai Demokrat Andi Arief juga berharap NU memaafkan penceramah Gus Nur.
"NU itu organisasi besar. Mudah-mudahan masih memberi ruang maaf pada Gus Nur," kata Andi Arief melalui media sosial yang dikutip Suara.com, Sabtu (24/10/2020).
Andi Arief meyakini salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia akan memaafkan seorang Gus Nur.
"Saya percaya akan dimaafkan. Dengan memaafkan berarti NU akan dicatat sejarah mampu keluar dari pertarungan tidak sepadan. NU bukan padanan Gus Nur," katanya.
Baca Juga: FPI Beri Pendampingan Hukum untuk Gus Nur
Sementara itu, Ketua Umum Cyber Indonesia Muannas Alaidid mengapresiasi Markas Besar Polri yang sudah menangkap Gus Nur.
"Apresiasi dan penghargaan yang tinggi bagi jajaran Polri atas penangkapan SN berkaitan dengan penghinaan dan tuduhan terhadap NU," kata Muannas Alaidid melalui video yang diunggah ke media sosial.
Muannas yang juga advokat DPP LBH Partai Solidaritas Indonesia mengatakan tidak tahu pasti sudah berapa banyak laporan mengenai Gus Nur kepada polisi. Sepengetahuan Muannas, laporan sudah dibuat, antara lain di Banten, Jember, dan Jakarta.
Muannas berharap penangkapan terhadap Gus Nur dapat menjadi efek jera terhadap kalangan yang disebutnya berupaya memecah belah peradamaian.
Muannas mengatakan peradaban Indonesia akan hancur bila media sosial dibangun dengan cara seperti menghina, mencaci maki, dan adu domba lembaga negara, TNI, Polri dan sesama anak bangsa.
"SN sudah pantas ditangkap agar mulutnya tidak lagi menyembur kebencian di tengah kita," kata Muannas. Dia juga memposting salah satu ceramah Gus Nur ke timeline Twitter.
Terhadap yang keberatan dengan penetapan tersangka dan penahanan terhadap Gus Nur, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono mempersilakan mereka agar mengajukan praperadilan.
Menurut dia, sesuai dengan Pasal 77 KUHAP, pihak yang tidak setuju dengan penangkapan, penahanan, hingga penetapan tersangka bisa mengajukan praperadilan.
"Baik tersangka, keluarga maupun kuasanya bisa mempraperadilankan Kepolisian. Selama ini Kepolisian sudah melaksanakan tugas secara profesional," kata Awi.
Saat ditanya tentang ketidaksetujuan para simpatisan dan kuasa hukum Gus Nur terhadap penangkapan Gus Nur, menurut Awi, itu merupakan hal biasa.
Sementara terkait penangguhan penahanan, Awi menuturkan bahwa hal tersebut juga boleh diajukan pihak kuasa hukum. Namun demikian dikabulkan atau tidaknya, hal itu tergantung penyidik.
"Terkait penangguhan penahanan, silakan saja mengajukan. Namun itu merupakan hak prerogatif penyidik untuk menyetujui atau tidak," kata Awi.
Gus Nur ditangkap di kediamannya di Kecamatan Pakis, Malang, Jawa Timur, Sabtu (24/10), dini hari. Dari kediamannya, Gus Nur langsung dibawa ke Bareskrim Polri, Jakarta.
Gus Nur ditangkap karena dinilai telah menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terkait NU melalui pernyataan yang diunggahnya dalam akun Youtube MUNJIAT Channel pada 16 Oktober 2020.
Sejak Minggu (25/10), tersangka Gus Nur telah ditahan di Rutan Bareskrim Polri selama 20 hari berikutnya.