Rekonstruksi Kebakaran Kejagung Tertutup, Polri Khawatir TKP Diacak-acak

Senin, 26 Oktober 2020 | 23:24 WIB
Rekonstruksi Kebakaran Kejagung Tertutup, Polri Khawatir TKP Diacak-acak
Penampakan gedung Kejagung RI usai terbakar, Minggu (23/8/2020). (Suara.com/Novian Ardiansyah)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mabes Polri menyampaikan alasan penyidiknya tidak melakukan rekonstruksi kasus kebakaran Gedung Kejaksaan Agung RI secara terbuka sebagaimana yang diminta oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia atau MAKI.

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono berlasan penyidik memiliki aturan dan pertimbangan tersendiri terkait pelaksanaan rekonstruksi suatu kasus apakah dilakukan secara terbuka atau tertutup. Awi lantas berdalih rekontruksi kasus kebakaran Gedung Kejaksaan Agung RI dilakukan secara tertutup lantaran dikhawatirkan akan merusak kondisi awal tempat kejadian perkara/TKP.

"Kalau olah TKP terbuka, saya tidak bisa bayangkan nanti TKP-nya diacak-acak," kata Awi di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (26/10/2020).

Berkenaan dengan itu, Awi mengatakan penyidik Bareskrim telah melakukan rekonstruksi kasus kebakaran tersebut sebanyak enam kali. Dia mengklaim bahwa penyidik pun telah bekerja secara profesional berdasar scientific crime investigation.

Baca Juga: Kejagung Telusuri Dugaan Korupsi Terkait Sewa Dermaga di PT Pelindo II

Menurutnya, hasil rekonstruksi kasus kebakaran Gedung Kejagung pada akhirnya juga akan diungkap secara terbuka di persidangan.

"Kami menggunakan scientific crime investigation. Jadi kami pakai ilmu pengetahuan. Silahkan itu di pengadilan akan terbuka," ujarnya.

Rekonstruksi Terbuka

Sebelumnya Koordinator MAKI, Boyamin Saiman meminta penyidik Bareskrim Polri kembali melakukan rekonstruksi kasus kebakaran Gedung Kejaksaan Agung RI secara terbuka di depan awak media. Sehingga, diharapkan dapat menjawab keragu-raguan publik atas penyebab kebakaran yang disimpulkan akibat bara api rokok.

"Kalau perlu disiarkan langsung proses-proses itu secara setransparan mungkin dan bisa pada posisi tertentu masyarakat bisa memberikan penilaian," kata Boyamin kepada wartawan, Sabtu (24/10).

Baca Juga: Jaksa Agung Klaim Selamatkan Uang Negara Rp338,87 Triliun Dalam Setahun

Selain itu, Boyamin juga menyayangkan keputusan penyidik yang mencabut penerapan Pasal 187 KUHP terkait adanya unsur kesengajaan dalam kasus kebakaran Gedung Kejaksaan Agung RI. Sebab, penyebab kebakaran yang disimpulkan akibat bara rokok tukang bangunan dalam ruangan yang sejatinya dilarang untuk merokok tersebut tak menutup kemungkinan adanya unsur kesengajaan untuk membakar.

Terlebih, lanjut Boyamin, dugaan adanya pihak 'pembakar bayaran' seperti halnya 'pembunuhan bayaran' itu sangat terbuka lebar. Mengingat, kekinian terdapat kasus suap yang menjerat Jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait kepungurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk Djoko Tjandra yang diduga melibatkan oknum petinggi Kejaksaan Agung RI.

"Misalnya hilangnya atau terbakarnya CCTV di Gedung Utama Kejagung itu, kalau rangkaian ini adalah permohonan fatwa terhadap rencana membebaskan Djoko Tjandra yang diduga dilakukan oleh oknum Jaksa PSM yang sekarang sedang di sidangkan, itu kan setidaknya kegiatan orang-orang tersebut jadi tidak terpantau, tidak ada barang bukti yang lebih kongkrit," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI