Suara.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat sebanyak 56 jurnalis menjadi korban kekerasan dari aparat kepolisian saat meliput aksi demonstrasi menolak Omnibus Law - Undang-Undang Cipta Kerja di berbagai daerah sepanjang 7 hingga 21 Oktober 2020.
Jumlah tersebut mengalami peningkatan yang signifikan dibanding laporan awal yang disampaikan AJI Indonesia pada 10 Oktober 2020, yakni sebanyak 28 kasus.
Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Sasmito Madrim mengemukakan bahwa kasus kekerasan terhadap jurnalis paling banyak terjadi di Malang yakni sebanyak 15 kasus. Kemudian, Jakarta delapan kasus, dan Surabaya enam kasus.
Sementara, dari jenis kasus kekerasan yang dihadapi jurnalis, sebagian besar berupa intimidasi, yakni 23 kasus. Selanjutnya, perusakan, perampasan alat atau data hasil liputan 13 kasus dan kekerasan fisik 11 kasus.
"Kekerasan terhadap jurnalis ini dikategorikan sebagai pelanggaran menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Ironisnya, pelaku dari semua peristiwa yang dikategorikan sebagai kekerasan terhadap jurnalis ini adalah polisi, institusi yang seharusnya menegakkan hukum," kata Sasmito dalam keterangan tertulis yang diterima Suara.com, Senin (26/10/2020).
Sasmito menyampaikan bahwa laporan tersebut menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan oleh oknum anggota polisi. Misalnya, saat terjadi aksi demonstrasi mahasiswa menolak revisi Undang-Undang KPK, RUU KUHP pada akhir September 2019 lalu, tercatat ada 10 kasus kekerasan terhadap jurnalis.
Mirisnya, beberapa kasus kekerasan terhadap jurnalis yang telah dilaporkan ke pihak kepolisian ketika itu hingga kekinian belum menemui titik terang kelanjutannya.
Atas hal itu, Sasmito menyampaikan bahwa AJI Indonesia mendesak Kapolri Jenderal Polisi Idham Aziz segera memproses hukum personelnya yang diduga melakukan tindak kekerasan terhadap jurnalis.
"Sebab, kekerasan terhadap jurnalis merupakan tindak pidana yang itu diatur dalam pasal 18 Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyatakan, setiap tindakan yang menghambat atau menghalangi jurnalis mencari dan memperoleh informasi bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta," tegasnya.
Baca Juga: Korban Salah Tangkap, Eks Tapol Papua Ambrosius Babak Belur Dihajar Polisi
Di sisi lain, AJI Indonesia juga mendesak Idham untuk mengkaji materi pendidikan di lembaga pendidikan kepolisian khususnya terkait bagaimana personel polisi menangani aksi unjuk rasa. Menurut Sasmito, tindakan personelnya yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis, dan juga terhadap pengunjuk rasa, mencerminkan adanya ketidakpahaman personel kepolisian terhadap undang-undang.