Suara.com - Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah mendapatkan tindakan doxing oleh buzzer pasca dirinya menuliskan perihal pengabadian jalan untuk Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Uni Emirat Arab (UEA) di akun Twitternya. SAFEnet mengecam tindakan doxing apapun alasannya.
Imal dari Divisi Keamanan Online SAFEnet mengatakan pihaknya masih membaca pola doxing yang digencarkan oleh buzzer. Namun, pihaknya tentu mengecam tindakan doxing terhadap pihak-pihak yang melemparkan kritikan kepada pemerintah.
Untuk diketahui, doxing ialah tindakan menyebarluaskan data pribadi seseorang ke muka umum. Doxing kerap dilakukan sebagai bentuk perundungan di dunia maya.
"Menurut SAFEnet, segala macam bentuk doxing dengan alasan apapun sih pasti SAFEnet kecam, mau pro atau kontra, cara mainnya kan enggak gitu," kata Imal saat dihubungi Suara.com, Senin (26/10/2020).
Baca Juga: Jalan Jokowi di UEA Disebut Hasil Tukar Lahan: Ekspresi Dijamin Konstitusi
"Kalau ada yang kontra sebuah keputusan dengan menyodorkan data ya silakan sodorkan data pembanding, bukan kemudian mengumbar data pribadi seseorang," tambahnya.
Imal memandang tindakan doxing ataupun penyerangan yang dilakukan buzzer saat ini semakin masif terutama bagi pihak yang kritis dengan beragam kebijakan pemerintah. Namun menurut pandangannya, perilaku buzzer itu sudah bisa dibaca oleh masyarakat secara dewasa.
"Memang semakin masif tapi netizen juga sudah mulai dan makin terlatih ketika menerima sebuah informasi di linimasa, entah karena memang pesimis entah karena sudah jenuh atau mungkin sudah dapat informasi pembanding," ujarnya.
Meski demikian, Imal tetap menganggap praktik doxing masih berbahaya karena sifatnya ialah mengumbar data pribadi seseorang ke khalayak. Kata Imal, orang-orang yang kritis atau jurnalis yang paling rawan mengalami doxing atau bahkan jenis perundungan lainnya melalui media sosial.
"Doxing selalu membahayakan baik umum atau khusus. karena doxing mengumbar data pribadi seseorang, jadi banyak orang bisa tau data tentang orang yang di-doxing," tuturnya.
Baca Juga: Isu Tukar Lahan di Balik Nama Jalan Jokowi, Pegiat HAM: Tak Ada Penyesatan
"Motifnya bisa macam-macam, untuk jurnalis dan kelompok kritis memang jadi salah satu perhatian walau ada juga yang akun-akun personal."
Merah Johansyah sebelumnya menguak dugaan di balik pengabadian nama Presiden Jokowi di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Ia menyebut nama jalan tersebut dan disertai adanya lahan 256 ribu hektar di Kalimantan Timur untuk dinasti UEA.
Merah mengungkapkan hal tersebut melalui akun Instagramnya @Merah_Jatamsyah pada Kamis (22/10/2020).
"Satu ruas jalan dikawasan bisnis untuk plang nama Jokowi, sementara 256 ribu ha atau empat kali luas Jakarta untuk dinasti Uni Emirat Arab di Kalimantan Timur," ungkap Merah.
Merah menyebut lahan 256 ribu hektar atau setara empat kali luas Jakarta itu diberikan kepada UEA dalam rangka megaproyek ibu kota Indonesia yang baru.
Merah yang bergelut dalam perlindungan lingkungan hidup menyebut proyek ibu kota baru sendiri telah menenggelamkan mimpi dan harapan generasi mendatang untuk menghirup oksigen dari ekosistem Kalimantan.
"Peragaan bisnis pasca omnibus Cilaka yang melindas buruh dan lingkungan. Menuju omnibus penggadaian selanjutnya berkedok proyek ibukota baru," ujarnya.
Merah mengatakan ada sejumlah nama oligarki yang masuk ke dalam pemilik konsesi di Kaltim yakni Putra Mahkota Abu Dhabi Mohamed bin Zayed (MBZ), Masayoshi Son dan Tony Blair. Mereka ditunjuk Jokowi sebagai Ketua Dewan Pengarah Pembangunan Ibu Kota Baru.
Pasca mencuitkan opininya itu, akun Twitter Merah lantas diramaikan oleh pemilik akun yang kontra terhadapnya. Bahkan sejumlah akun Twitter pun mengunggah postingan-postingan lama milik Merah dengan maksud melakukan doxing.
Pihak Suara.com sempat mencoba untuk menghubungi Merah namun kontaknya pun tidak aktif. Bahkan akun media sosial miliknya pun sudah terkunci.