UU Cipta Kerja Direvisi Usai Disahkan, Rachland PD Pertanyakan Keabsahannya

Senin, 26 Oktober 2020 | 14:41 WIB
UU Cipta Kerja Direvisi Usai Disahkan, Rachland PD Pertanyakan Keabsahannya
Sekjen DPR RI Indra Iskandar menunjukkan draf final UU Cipta Kerja saat hendak bertolak ke kantor Setneg, Rabu (14/10/2020). (Suara.com/Novian Ardiansyah)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Politisi Partai Demokrat Rachland Nashidik mempertanyakan keabsahan UU omnibus Law Cipta Kerja yang direvisi usai disahkan pada 5 Oktober 2020 lalu.

Hal itu disampaikan oleh Rachland melalui akun Twitter miliknya @rachlannashidik.

Menurut Rachland, para pimpinan DPR tak memiliki kekuasaan untuk mengubah naskah undang-undang yang telah diputuskan dalam sidang paripurna.

Pasalnya, lanjut Rachland, para pimpinan DPR sejatinya hanyalah 'speaker' atau juru bicara dari keputusan yang diambil oleh sidang DPR.

Baca Juga: Buruh Demo Besar-besaran ke Istana saat Jokowi Teken UU Ciptaker 28 Oktober

"Mereka tak punya otoritas untuk bertindak sendiri diluar sidang DPR. Jadi absahkah mereka menyetujui revisi UU Omnibus padahal tak memiliki otoritas?" kata Rachland seperti dikutip Suara.com, Senin (26/10/2020).

Rachland berkeyakinan para pimpinan DPR tak bermaksud melecehkan konstitusi. Namun mereka menggampangkan persoalan merevisi UU Omnibus setelah disahkan.

Ia meminta agar Badan Kehormatan DPR bertindak menyelidiki kasus tersebut.

"Kualitas yang mengecewakan itu tak boleh dibiarkan. Badan Kehormatan DPR perlu bekerja," ungkap Rachland.

Rachland Nashidik pertanyakan keabsahan UU Cipta Kerja yang direvisi usai disahkan (Twitter)
Rachland Nashidik pertanyakan keabsahan UU Cipta Kerja yang direvisi usai disahkan (Twitter)

Tak hanya itu, Rachland juga mempertanyakan kewenangan pemerintah merevisi UU Cipta Kerja dengan menghapus pasal 46 pada UU tersebut tanpa melalui Perppu.

Baca Juga: Ferdinand Balas Kritik Tengku: Zul, Saya Kasih Tahu Ya Biar Cerdas Dikit

"Bolehkah pemerintah menghapus pasal UU yang sudah diketok DPR tanpa melalui instrumen yang disediakan UUD yaitu Perppu?" tanya Rachland.

Dalam cuitan terpisah, Rachland menyindir para pimpinan DPR yang tampak 'menutup mata' perihal revisi usai diketok sah.

"Kecuali jika tersisa keberanian untuk bercermin, pimpinan DPR hari ini akan dicatat sejarah lebih hormat dan patuh pada kehendak Presiden, ketimbang mematuhi Undang Undang Dasar dan mengamalkan penghormatan seharusnya pada lembaga perwakilan rakyat," tuturnya.

Pasal 46 Dihapus

Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono mengatakan draft final Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja sedang dalam dalam proses penandatangan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kata Dini, setelah ditandatangani Jokowi, UU Cipta Kerja akan diundangkan dalam lembaran negara.

Dini menuturkan penandatanganan UU tersebut sudah dapat dilakukan karena proses cleansing dari Sekreatriat Negara (Setneg) sudah selesai.

Diketahui, jumlah halaman dari semula 812 halaman kini menjadi 1.187 halaman usai diperbaiki.

"Proses cleansing Setneg sudah selesai," tutur Dini.

Dini menjelaskan Setneg hanya memperbaiki hal-hal teknis dalam UU Cipta Kerja seperti salah ketik (typo), format tulisan, dan format kertas. Sehingga substansi menjadi sesuai dengan yang sudah disetujui dalam rapat panja Baleg DPR

"Dalam hal ini penghapusan tersebut sifatnya administratif/typo dan justru membuat substansi menjadi sesuai dengan apa yang sudah disetujui dalam rapat Panja Baleg DPR," kata dia.

Selain memperbaiki teknis, Dini menyebut Setneg juga menghapus Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Gas Bumi.

Pasal tersebut sebelumnya ada dalam naskah UU Cipta Kerja setebal 812 halaman yang dikirimkan DPR kepada Presiden Jokowi Rabu (14/12/2020) lalu.

Namun, belakangan pasal tersebut dihapus dari naskah UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman yang dikirimkan Setneg ke sejumlah organisasi masyarakat Islam.

"Hanya pasal 46 yang dikeluarkan dari naskah UU Cipta Kerja," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI