Suara.com - Pandemi virus corona dan aturan penguncian membuat warga kawasan kumuh di Myanmar semakin terhimpit. Mereka terpaksa berburu hewan seperti tikus hingga reptil di saluran air agar bisa bertahan.
Menyadur Asia One, Senin (26/10/2020), gelombang kedua Covid-19 menghantam Myanmar pada September, di mana pemerintah meminta warga untuk tinggal di rumah.
Akibatnya, banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan. Tak terkecuali warga Hlaing Thar Yar, salah satu lingkungan termiskin di Yangon.
Kondisi krisis memaksa para warga berburu hewan malang di semak-semak belakang rumah untuk diolah dan disantap.
Baca Juga: Ada 250 Tamu, Polisi Gagalkan Pesta Pernikahan Rahasia di Tengah Pandemi
Keluarga di daerah pedesaan disebutkan memakan tikus, reptil, dan serangga di tengah hantaman virus corona.
Ma Suu merupakan satu di antara warga Myanmar yang terpukul akibat pandemi. Sejak gelombang pertama pada Maret, ia telah menutup kios, mengggadaikan perhiasan serta emas demi membeli kebutuhan pokok sehari-hari, seperti makanan.
Pada gelombang kedua, Ma Suu kembali menutup kios dan menjual pakaian, piring, hingga pot yang ada di rumah.
Hingga tak ada yang tersisa untuk dijual, suami Ma Suu, yang saat ini tak bekerja, terpaksa berburu makanan di saluran air terbuka di daerah kumuh tempat mereka tinggal, Hlaing Thar Yar, di pinggiran kota terbesar Myanmar.
"Orang-orang memakan tikus dan ular," ujar Ma Suu sambil menangis.
Baca Juga: Benarkah Kita Harus Benar-benar Bebas dari Kuman? Ini Faktanya!
"Tanpa penghasilan, mereka perlu makan seperti itu untuk memenuhi kebutuhan anak mereka," sambung perempuan berusia 36 tahun itu.
Dengan lebih dari 40.000 kasus infeksi dan 1.000 kematian, Myanmar menghadapi salah satu wabah virus coroa terburuk di Asia Tenggara, dan lockdown Yangon berujung pada ratusan ribu orang, seperti Ma Suu, tak memiliki pekerjaa dan sedikit dukungan.
Administrator lokal Myanmar, Nay Min Tun, mengatakan 40 persen keluarga di Hlaing Thar Yar telah menerima bantuan pemerintah, tapi karena banyak tempat kerja di tutup, warga menjadi lebih putus asa.
Anggota dewan setempat, Myat Min Thu menyebut bantuan pemerintah dan sumbangan pribadi sedang didistribusikan, tapi ia mengakui jumlahnya kurang, tak bisa mencakup semua orang.
Disebutkan, sepertiga dari 53 juta penduduk Myanmar dianggap sangat rentan terjerumus dalam jurang kemiskinan, bahkan sebelum pandemi Covid-19 dimulai.
Pemerintah Myanmar telah menawarkan bantuan paket makanan satu kali dan tiga hibah tunai masing-masing USD 15 atau sekitar Rp 220 ribu. Namun, penduduk menyebut hal itu tak akan cukup.
Sebuah survei oleh ONow Myanmar mengungkap lebih dari 2.000 orang di seluruh negeri pada April, 70 persen diantaranya telah berhenti bekerja dan seperempatnya telah mengambil pinjaman unutk makanan, obat-obatan, dan kebutuhan pokok lainnya.
“Rumah tangga sudah sangat berutang untuk membayar perawatan medis, sekolah, menopang orang tua dan kelangsungan hidup sehari-hari, banyak yang harus melunasi pinjaman ini sebelum mereka dapat mulai mengeluarkan uang untuk keperluan apapun," kata Gerard Mccarthy dari Asia Research Institute Singapura.