Suara.com - Ahli ekonomi Rizal Ramli membeberkan cerita perkenalannya dengan Presiden Jokowi. Kata Rizal Ramli, saat itu Jokowi alias Joko Widodo masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Dibongkar Rizal Ramli, kala itu Jokowi tiba-tiba datang ke kantornya meminta tolong. Ketika itu, Rizal Ramli diminta membantu Jokowi menyelesaikan proyek MRT yang sudah lama tak jalan.
“Mas Rizal aku betul-betul ingin proyek MRT ini jalan, tapi enggak jalan-jalan karena kemahalan. Saya sudah ganti direksinya buat nurunin biaya, enggak jalan juga. Sepertinya harus negosiasi sama Jepangnya langsung. Saya enggak punya hubungan di luar negeri, minta tolong Mas Rizal,” begitu ungkapan Jokowi kepada Rizal Ramli.
Melansir Hops.id--jaringan Suara.com, pada waktu Jokowi meminta tolong padanya, Rizal ketika itu menjabat sebagai penasihat ekonomi Persatuan Bangsa-bangsa (PBB).
Baca Juga: Analis: Ternyata Orang Arab Sangat Menghormati Jokowi
Seminggu usai Jokowi meminta tolong, Rizal Ramli kemudian bertemu dengan bos MRT yang dimaksud Jokowi di Tokyo, Jepang. Dalam pertemuan itu, Rizal meminta agar terjadinya renegosiasi di Jakarta, agar proyek itu tetap bisa jalan kembali.
“Akhirnya proyek itu jalan,” kata Rizal Ramli bercerita di Karni Ilyas Club dikutip dari saluran Youtube-nya, Sabtu (24/10/2020).
Seusai proyek itu jalan, Jokowi, kata Rizal Ramli, kemudian mengutus Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk menemuinya di kantor. Ketika itu, mereka ingin agar Rizal Ramli menjadi Komisaris Utama MRT.
“Saya enggak nyari kerjaan, gue sibuk. Kalau Jokowi perlu gue, perlu gue cariin solusi, enggak apa-apa, network kita banyak,” kata Rizal Ramli yang kemudian menolak tawaran tersebut ke Ahok.
Kecocokan Jokowi dengan Rizal Ramli rupanya terjadi kembali saat mantan Wali Kota Solo itu terpilih menjadi presiden. Ya, Jokowi menginginkan agar Rizal masuk dalam kabinet pemerintahannya.
Baca Juga: Kerap Ejek Rocky Gerung Belum Nikah, Buzzer Politik Dinilai Belum Dewasa!
Keinginan Jokowi saat itu, memplot Rizal di pos memegang kendali ekonomi. Namun sayang, sang wakil Jusuf Kalla ketika itu menolaknya. Hal yang sama dilakukan pada JK kepada Rizal Ramli ketika di zaman Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
“Pada waktu SBY juga sama, bahkan pada waktu SBY, dia sudah tanda tangan bahkan. Rizal Ramli Menko, diganjal sama JK, habis itu SBY pertahankan jadi menteri keuangan, dia enggak setuju lagi. Akhirnya dia minta Rizal Ramli jadi menteri BUMN. Dia enggak setuju lagi.”
“Last minutes saya ditunjuk jadi menteri perindustrian di kabinet pertama SBY. Saya nolak, itu bukan keunggulan kita,” katanya.
Hal yang sama terjadi waktu era Jokowi. JK terang-terangan selalu menentang kehadiran Rizal Ramli di kabinet.
“Waktu di Jokowi, dia minta saya jadi Menko Perekonomian, Pak JK enggak setuju.”
Sampai pada suatu hari, setahun kemudian, Rizal Ramli mengaku dipanggil presiden ke Istana Bogor. Ketika itu, Jokowi sampai bilang di Istana tak ada kopi, makanan, lantaran sudah menyuruh banyak pesuruh untuk keluar, agar kedatangan Rizal tak bocor.
Waktu itu dia bilang agar Rizal mau membantunya sebagai Menko Maritim. Ketika itu, Rizal menolak, dan bilang terima kasih.
“Itu bukan bidang keunggulan saya. Saya ada daftar nama nih buat ini. Enggak-enggak, saya maunya Mas Rizal, karena Mas Rizal orangnya berani, yang kedua, ngerti masalah. Kalau cuma modal berani saja, ya preman. Kalau ngerti masalah tak ada keberanian, enggak ada perubahan. Jadi saya mau Mas Rizal.”
Berkali-kali Rizal menolaknya. Dia bilang kepada Jokowi, silakan menghubunginya kembali jika ada masalah apapun, dia akan siap membantunya.
Akhirnya Jokowi dengan gaya khas Jawa menunjukkan kerendahan hatinya pada Rizal.
“Mas Rizal, yang minta tolong sebenarnya bukan saya, tapi yang minta tolong rakyat Indonesia yang kepengin hidupnya lebih baik. Mendengar itu saya lemes. Akhirnya saya bilang saya ambil hikmahnya, tapi dengan satu permintaan, enggak lapor-lapor ke Pak JK. Dan dikabulkan.”
Saat itu, banyak hal yang dilakukan. Namun pada akhirnya dia dipanggil untuk diganti karena Istana bilang sedang membutuhkan reorganisasi.
“Ada orang yang terganggu dengan adanya saya. Dulu JK sangat dominan di tiap sidang kabinet, begitu ada saya bubar. Karena Pak Jokowi lebih dengar saya,” katanya.