Suara.com - Pengamat politik Rocky Gerung angkat bicara terkait perubahan jumlah halaman UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Pasalnya, MUI dan Muhammadiyah baru saja mengumumkan bahwa pihaknya menerima draf terbaru UU Omnibus Law Cipta Kerja dari Istana dengan 1.187 halaman. Padahal DPR sendiri mengatakan versi resminya hanya berjumlah 812 halaman saja.
Menurut Rocky Gerung, adanya perubahan ini tidak akan mengubah persepsi publik soal buruknya UU Omnibus Law Cipta Kerja dan hanya akan menambah persepsi serta rasa curiga saja.
Pernyataan itu disampaikan Rocky Gerung dalam sebuah video yang diunggah melalui kanal YouTube-nya, Jumat (23/10/2020).
Baca Juga: Revisi UU Minerba Sesuai Prosedur dan Transparan
"Soal halaman yang diubah-ubah, itu gak merubah persepsi publik bahwa UU itu menyengsarakan rakyat. Diubah terus dalam upaya melayani kecurigaan publik," ungkap Rocky Gerung seperti dikutip Suara.com.
Rocky Gerung mencurigai, naskah UU Omnibus Law Cipta Kerja selalu berpindah-pindah tangan setiap harinya sehingga isi dan jumlah halaman pun bsa berubah.
"Dalam imajinasi saya, naskah itu bolak balik dari DPR ke Menko perekonomian, dan lain-lain," imbuhnya curiga.
Lebih lanjut lagi, Rocky Gerung mengatakan DPR beserta pemerintah selaku pihak yang merundingkan UU Omnibus Law Cipta Kerja ini hanya tidak mau jujur bahwa UU tersebut belum siap.
Oleh sebab itu kemudian muncul pembelaan yang seolah-olah membenarkan apa yang dilakukan oleh DPR, seperti kesalahan ketik dan format kertas sebagaimana dikabarkan.
Baca Juga: Terindikasi Lindungi Jaksa Pinangki, ICW Desak Jokowi Copot Jaksa Agung
"Tidak ada keinginan secara jujur mengatakan itu belum siap sehingga ada potensi dibahas ulang. Daripada diputar-putar format A4 ke Legal. Sewaktu-waktu malah masih berubah lagi bisa karena ini format undangan," tukas Rocky Gerung.
"Jangan-jangan nanti akan ada nomengklatur baru. Kertasnya Ilegal bukan Legal," imbuhnya sinis.
Hersubeno Arief selaku rekam diskusi Rocky Gerung kemudian melempar tanya. Berarti tidak salah apabila rakyat mempertanyakan UU yang berubah-ubah, padahal sudah resmi disahkan.
Dengan santai Rocky Gerung menimpalinya sembari menyindir ketidakterbukaan akan UU Omnibus Law Cipta Kerja ini. Menurutnya, hak rakyat untuk mengetahui UU ini tidak ada.
Hal tersebut menurut Rocky Gerung menciderai asas-asas kedaulatan rakyat.
"Berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat, rakyat berhak tahu hasil ketukan di sidang itu. Jadi apa yang diketuk kemarin bukan palu tapi pakai bolpen di atas meja? Barang itu secara fisik harus sudah selesai, bisa diperiksa, secara hukum harus beredar di kalangan pers," jelasnya.
Dalam video tersebut, Hersubeno Arief mencium adanya kebuntuan komunikasi dalam sidang paripurna lalu. Oleh sebab itu, masalah yang muncul yakni seperti sekarang ini.
Rocky Gerung pun mengiyakan opini Hersubeno Arief. Menurutnya, ada banyak sekali kepentingan di atas UU Omnibus Law Cipta Kerja ini.
Lebih lanjut lagi, Rocky Gerung mengatakan bahwa saat ini sedang ada proses pengendalian opini. Namun, upaya tersebut membutuhkan otoritarisme yang kuat.
Sayangnya menurut Rocky Gerung di Indonesia tidak ada sosok terkuat sebagaimana ia menyebut 'Big Brother'.
Menurut Rocky Gerung, Jokowi selaku orang nomor satu Indonesia hanya satu part dalam rezim pemerintahan. Sebab ada part lain yang memanfaatkan kekurangan presiden. Ia mengaku sudah membacanya.
"Istana gak ada Big Brother. Presiden hanya satu part di dalam rezim ini. Ada part lain yang memanfaatkan inkapasitas presiden. Dan itu terbaca," kata Rocky Gerung.
Soal adanya UU Omnibus Law Cipta Kerja yang sudah disahkan, Rocky Gerung pun menilai bahwa Presiden Jokowi terlihat tidak tegas dalam menyikapi permasalah ini.
"Responnya presiden tidak tegas," tandasnya.
Lihat video selengkapnya disini.