Suara.com - Negara-negara di dunia sedang berlomba-lomba mengembangkan vaksin Covid-19. Cina dan Indonesia merupakan bagiand ari negara yang ikut mengembangkannya. Indonesia mengembangkan vaksin Merah Putih melalui Lembaga Biomolekuler Eijkman.
Jika semua fase uji klinis sudah berhasil dilewati, maka vaksinasi massal di seluruh dunia, segera dimulai.
Sambil menunggu semua uji coba rampung, negara-negara di dunia sekarang juga sedang melakukan berbagai upaya untuk melakukan pembelian vaksin untuk memastikan ketersediaan vaksin dalam negeri mereka, termasuk Indonesia.
Di tengah berbagai persiapan itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon mengingatkan agar Indonesia jangan buru-buru mengimpor vaksin, apalagi yang belum melewati seluruh tahapan uji coba.
Baca Juga: Vaksin Covid-19 Memang Bisnis Besar, Fadli Zon Ingatkan Hati-hati
Fadli Zon mendukung pengembangan vaksin dalam negeri dan dia akan memilihnya ketimbang yang impor dari Cina.
"Vaksin Merah Putih vs Vaksin Palu Arit. Saya sih pilih vaksin Merah Putih. Jangan ada yang tergesa-gesa impor vaksin dan menjadikan rakyat sebagai bebek percobaan," katanya melalui media sosial.
Fadli Zon perlu mewanti-wanti sejak dini karena vaksin merupakan ladang bisnis yang besar.
"Vaksin memang bisnis besar. Jangan sampai rakyat kita jadi kelinci percobaan vaksin yang belum jelas status dan keampuhannya. Lebih baik hati-hati untuk menimbang vaksin yang cocok bagi rakyat Indonesia," kata Fadli Zon.
Pandangan kritis juga disampaikan oleh akademisi Universitas Indonesia Ronnie Higuchi Rusli.
Baca Juga: Orang Mirip Cucu Konglomerat Joging Dikawal, Tengku Bandingin Nasib Aktivis
"Catat, vaksin itu bisnis besar para taipan yang gelontorin duitnya untuk impor, bukan uang dari anggaran Kemenkes untuk impor vaksin. Karena Kemenkes bukan importir obat/vaksin. Jadi para importir itulah yang pakai tangan pemerintah untuk wajib vaksinasi. Kalau mau, lihat Singapore dan Brunei," kata Ronnie di media sosial.
Menanggapi pertanyaan netizen, "bukan uang dari anggaran Kemenkes untuk impor vaksin?" Ronnie menjelaskan maksudnya, "bukan, vaksin itu dibeli. Memangnya Kemenkes yang menyediakan obat-obatan kemotherapi di RSUP/RSUD atau obat sakit jantung, segala vaksin yang ada di RS? Kemekes hanyalah regulator kesehatan. Kalau obat-obatan itu urusan POM."
Presiden Joko Widodo juga telah meminta jajarannya agar rencana pemerintah untuk melakukan pemberian vaksin Covid-19 kepada masyarakat dipersiapkan dengan baik dan detail, mulai dari pengadaan, distribusi, sampai implementasi.
“Vaksin ini saya minta jangan tergesa-gesa karena sangat kompleks, menyangkut nanti persepsi di masyarakat. Jadi saya harapkan betul-betul disiapkan mengenai vaksin, mengenai komunikasi publiknya terutama, yang berkaitan dengan halal dan haram, yang berkaitan dengan harga, yang berkaitan dengan kualitas, nanti yang berkaitan dengan distribusinya seperti apa,” ujar Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas mengenai antisipasi penyebaran Covid-19 saat libur panjang akhir Oktober 2020, Senin (19/10/2020), di Istana Merdeka, Jakarta.
Tahap implementasi merupakan titik kritis dari vaksinasi ini dan hal tersebut juga harus dijelaskan kepada masyarakat.
“Prosesnya seperti apa, siapa yang pertama disuntik terlebih dahulu, kenapa dia, harus dijelaskan betul kepada publik. Siapa yang gratis, siapa yang mandiri dijelasin betul, harus detail,” kata Jokowi.
Presiden juga mengingatkan pentingnya persiapkan teknis pelaksanaan vaksinasi di lapangan, termasuk pelaksanaan pelatihan kepada para petugas yang terlibat.
“Saya minta ini dilibatkan WHO Indonesia agar mereka bisa memberikan training-training sehingga standarnya itu menjadi jelas. Karena vaksin-vaksin pun ini harus mendapatkan treatment dan perlakuan yang spesifik, tiap vaksin beda-beda,” kata Presiden.