Suara.com - Menteri Luar Negeri atau Menlu Retno Marsudi mengatakan, Indonesia menjalankan diplomasi untuk pemenuhan kebutuhan jangka panjang terkait dunia kesehatan. Sejauh ini, Indonesia sudah menjalin kerja sama dengan 120 pihak untuk memenuhi kebutuhan di bidang kesehatan.
Retno menuturkan 120 pihak tersebut terdiri dari 11 negara, 12 organisasi internasional dan 97 NGOs. Pada awal pandemi Covid-19, diplomasi difokuskan untuk pemenuhan kebutuhan alat diagnostics dan therapeutics yakni kerja sama produksi bersama untuk lancarkan rantai pasok alat pelindung diri (APD) dan jubah operasi.
"Khusus mengenai APD, para diplomat Indonesia juga mengawal langsung sertifikasi bahan baku APD buatan Indonesia sehingga memperoleh sertifikasi ISO 16603 dan ISO 16604," kata Retno dalam konferensi pers yang disiarkan secara virtual, Kamis (22/10/2020).
Selain itu, terdapat pula pemenuhan kebutuhan bahan baku obat terapi, antara lain Hydroxichloroquine, Hydroxichloroquine Chloroquine Phospate, Oseltamivir Phospate, dan pengadaan obat terapi Avigan.
Baca Juga: Temui GAVI, Menlu Ungkap Indonesia Tertarik Gabung Covax AMC
Lebih lanjut, Retno juga mengungkapkan kerja sama alat diagnostic screening Covid-19 dengan menggunakan teknologi laser.
"Setidaknya terdapat pengadaan ventilators sebanyak 1900 unit melalui dukungan dan fasilitasi internasional, serta masih banyak yang lainnya. Di tingkat kawasan, diplomasi Indonesia mendorong dikembangkannya sebuah Standard Operating Procedure on Public Health Emergency," ujarnya.
Retno menjelaskan soal pembentukan Covid-19 ASEAN Response Fund yang diperuntukkan untuk membantu negara-negara ASEAN dalam mengatasi pandemi termasuk pemenuhan ketersediaan alat medis dan obat-obatan.
Mengenai vaksin, tugas utama diplomasi yakni untuk membuka jalan dan akses terhadap komitmen penyediaan vaksin, baik dari jalur bilateral maupun multilateral.
"Tugas ini bukan merupakan tugas yang mudah, namun Alhamdullilah dapat dijalankan dengan baik. Tugas diplomasi vaksin ini dijalankan tidak saja untuk membuka akses pemenuhan kebutuhan jangka pendek atas vaksin bagi masyarakat Indonesia, namun juga untuk memberikan dukungan terhadap vaksin multilateralisme," tuturnya.
Baca Juga: Perdana Menteri Jepang Bakal Kunjungi Indonesia 20-21 Oktober Mendatang
Sejauh ini, Retno mengatakan kalau tugas meratakan jalan dan membuka akses telah dijalankan secara penuh. Bahkan menurutnya, sejumlah komitmen penyediaan vaksin telah diperoleh, untuk tahun 2020 sampai 2021. Sementara itu, detail pelaksanaan vaksinasi dan diskusi teknis terkait dengan vaksin dan hal terkait lainnya tentunya merupakan kewenangan kementerian atau lembaga yang memiliki otoritas di bidang tersebut.
"Selain upaya membuka akses untuk pemenuhan dalam negeri, diplomasi juga digerakkan untuk mendukung vaksin multilateral. Fasilitasi kerja sama antara Bio Farma dengan CEPI (Coalition for Epidemic Preparedness
Initiative) dijalankan termasuk keinginan Bio Farma untuk menjadi salah satu manufacturer vaksin global," terang Retno.