Suara.com - Pengamat Politik Rocky Gerung punya skor sendiri kala diminta menilai setahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin.
Saat diminta menilai oleh Najwa Shihab dalam tayangan Mata Najwa yang dilansir pada Kamis (22/10/2020), Rocky punya skor dengan penjelasan yang membuat seisi ruangan terdiam.
"Skornya berapa ya?" tanya Najwa.
"Skornya? Angka aja ya? Huruf aja deh," kata Rocky menawarkan.
Baca Juga: Komnas HAM: Era Jokowi-Maruf, Warga Adat Terbuang karena Konflik Agraria
"A- (A minus)," ujarnya tegas.
Pernyataan Rocky mengenai nilai yang diberikan pada pemerintahan Jokowi dan Maruf Amin itu seketika membuat ruangan hening sejenak.
"A minus? Itu skalanya yang paling bagus atau yang paling jelek itu?" tanya Najwa heran.
"A minus itu A buat kebohongan, minus untuk kejujurannya," Rocky menjelaskan.
Menurut Rocky, ada beberapa alasan yang membuat masa pemerintahan Jokowi ini memiliki skor yang buruk dalam satu tahun periode keduanya, yakni kepercayaan publik.
Baca Juga: Survei Indikator: Pendidikan Kian Rendah Makin Puas Terhadap Kinerja Jokowi
"Kan publik sekarang berupaya untuk memahami logika dari pemerintahan ini, yaitu menitipkan harapan. Tetapi tiba-tiba dibatalkan oleh dua caption di koran Kompas kemarin, kepuasan hilang ," ungkapnya.
Ia lantas mengibaratkan setahun kepemimpinan Jokowi - Maruf seperti sepasang pengantin yang kehilangan momen penting di malam pertamanya.
"Kemarin SMRC bilang polling kepuasannya 60 persen sekarang di bawah 50 persen artinya ini di tahun pertama lho udah hilang. Ini seperti di malam pertama pasangannya udah enggak percaya. Mestinya perkawinannya bubar," sebut Rocky.
Kendati demikian, ia tak menampik jika penilaian itu akan mendapat bantahan sejumlah pihak. Terlebih masih ada sebagian masyaakat yang berpikir bahwa pemerintahan Jokowi - Maruf masih terus berlanjut.
"Tapi ada semacam orang Indonesia bilang ya mudah-mudahan masih bisa lanjut. Tapi itu adalah situasi psikologis publik. Supaya enggak ada kerusuhan mudah-mudahan Pak Jokowi masih berlanjut," tukas Rocky.
"Tapi sociological fact mengatakan bahwa di bawah 50 persen itu artinya kalau di Eropa Perdana Menterinya sudah turun," tegasnya.