Suara.com - Direktur sekaligus Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Artha John Alfred (HA), didakwa memberikan suap sebesar Rp 11.6 miliar kepada penyelenggara negara dalam kasus korupsi proyek di Kementerian PUPR tahun anggaran 2016
Hal itu disampaikan Jaksa Penuntut Umum KPK, dalam pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Rabu (21/10/2020).
"Telah turut serta melakukan beberapa kejahatan, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara. Dengan maksud supaya penyelenggara negara tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya," kata Jaksa KPK dalam pembacaan dakwaan, Rabu (21/10/2020).
Jaksa KPK memerinci sejumlah uang suap yang diberikan Hong Artha bersama Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir serta So Kok Seng alias Aseng selaku Komisaris PT. Cahaya Mas Perkasa. Untuk Windhu dan Aseng sudah terlebih dahùlu diputus secara terpisah.
Baca Juga: KPK Resmi Tahan Hong Artha Tersangka ke-12 Proyek PUPR Tahun 2016
Pertama, uang suap sebesar Rp 8 miliar diberikan kepada mantan Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary pada Juli 2015.
Kemudian, pemberian 'dana satu pintu' sejumlah Rp 2.6 miliar dalam bentuk Dolar AS kepada Amran HI Mustary, untuk pengurusan paket proyek Program aspirasi dari Komisi V DPR RI pada Agustus 2015.
Terakhir, pemberian uang sejumlah Rp 1 Miliar dalam bentuk mata uang dollar Amerika Serikat kepada Damayanti Wisnu Putranti mantan anggota DPR RI dari Fraksi PDIP.
Menurut jaksa, uang itu untuk memuluskan Hong Artha mendapatkan sejumlah proyek yang dikerjakan di Maluku dan Maluku Utara.
" Bertujuan agar mengupayakan terdakwa mendapatkan paket proyek program aspirasi dari komisi V DPR RI pada Kemen PUPR memberikan sejumlah uang untuk kepentingan Damayanti selaku komisi V DPR RI dan Amran HI selaku Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara," tutup Jaksa.
Baca Juga: Diperiksa KPK Terkait Proyek PUPR, Hong Artha: Saya Bukan Penjahat Negara
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Hong Artha diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang- undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana junctovPasal 65 ayat (1).
Dalam kasus itu, Amran telah divonis 6 tahun penjara dan denda Rp800 juta subsider 4 bulan kurungan karena menerima Rp 2,6 miliar, Rp 15,525 miliar, dan 202.816 dolar Singapura.
Selain itu, Damayanti juga telah divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima 278.700 dolar Singapura dan Rp 1 miliar.