Suara.com - Di Piazza del Campidoglio, Roma, Italia, kemarin petang waktu setempat (20/10/2020) berlangsung acara International Meeting of Prayer for Peace. Dengan tagline "No one is saved alone - Peace and Fraternity" atau "Tiada seorang pun dapat menyelamatkan diri sendiri - Perdamaian dan persaudaraan".
Dikutip dari siaran live EWTN menjelang dini hari Waktu Indonesia Bagian Barat, hadir sebagai pemrakarsa adalah Bapa Suci Vatikan, Paus Fransiskus. Sebelumnya, digelar misa di Basilika Santa Maria yang dihadiri Patriark Bartholomew, pemimpin spiritual Kristen Ortodoks dari Konstantinopel.
Kemudian sesudahnya, kedua tokoh ini menyambut para tamu, wakil dari berbagai latar belakang agama dan kepercayaan, di Piazza del Campidoglio karya Michelangelo.
Dalam pidato sambutannya, sebagaimana dikutip dari Vatican News, Paus Fransiskus menyebutkan apa yang tengah berlangsung saat ini, yaitu pertemuan antarumat beragama, mengingatkan beliau kepada Assisi Meeting yang diprakarsai Santo Paus Yohanes Paulus II pada 27 Oktober 1986.
Baca Juga: Paus Fransiskus: COVID-19, Bumi Bisa Beristirahat Sejenak
Itulah kali perdana dalam sejarah gereja, seorang pemimpin umat Katolik mengundang para pemuka agama dan kepercayaan lain untuk bersama-sama mendaraskan doa tentang perdamaian sesama manusia.
Sejak pertemuan perdana tadi, ungkap Paus Fransiskus, memang terjadi begitu banyak peristiwa menyakitkan, bahkan terkadang atas nama agama. Namun mesti diakui, bahwa tetap ada langkah-langkah bermanfaat yang telah dilakukan sejak saat itu dalam dialog antaragama.
"Ini adalah tanda harapan yang mendorong kita agar terus bekerja sama dalam persaudaraan," ungkapnya sembari memberikan contoh tentang Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together (Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama), yang ditandatanganinya bersama Imam Besar Al-Azhar, Ahmad Al- Tayyeb, pada 2019.
Dan kini, dalam situasi pandemi COVID-19, manusia dipersatukan dengan cara luar biasa, untuk bersama-sama menghadapi rintangan ini. Sembari tidak lupa memberikan perhatian kepada mereka yang lemah, teraniaya, seperti para pengungsi, anak-anak yang terpisah dari para ibu atau ayahnya, juga para pesakitan, karena seluruhnya layak mendapatkan uluran kasih dan damai.
Selain pidato dari Paus Fransiskus, para pemimpin dari berbagai agama juga memberikan pernyataan yang menyentuh.
Baca Juga: Pandemi Covid-19, Paus Fransiskus: Beri Waktu Bumi Beristirahat
Dalam berbagai bahasa dengan benang merah tidak berbeda, yaitu fokus akan persamaan dan persaudaraan sebagai sesama hamba Tuhan di muka bumi. Yang berbagi dalam kapasitas sama, yaitu menciptakan perdamaian.
Acara kemudian dilanjutkan dengan hadirnya anak-anak sebanyak para pemimpin agama di atas panggung.
Dan para pemimpin agama secara simbolis, masing-masing memberikan segulung kertas berpita merah dan setangkai daun perlambang perdamaian dunia kepada generasi penerus ini.
Seremoni penutup adalah penyalaan lilin di atas sebuah kaldron yang dilakukan oleh seluruh pemimpin agama. Dilanjutkan satu per satu membubuhkan tanda tangan di atas selembar kertas.
Meski menerapkan protokol ketat COVID-19, prosesi berlangsung damai dan syahdu, beriring lagu-lagu klasik yang salah satunya bertajuk Canon in D Major, karya paling masyhur dari komposer Johann Pachelbel.
Sesudahnya, muncul para remaja yang mewakili etnisitas, agama, dan kepercayaan. Mereka juga menyalakan lilin serta mendatangi pernyataan perdamaian dunia.