Suara.com - Polisi tetap tak mengizinkan demonstan dari aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia mendekati Istana Merdeka, Jakarta Pusat, hingga Selasa (20/10/2020), sekitar jam 16.00 WIB. Mereka hanya diperkenankan menyampaikan pendapat di sekitar patung kereta kuda Arjuna Wijaya atau dikenal sebagai patung kuda.
Isu utama yang diangkat demonstran, hari ini, bertepatan dengan setahun pemerintahan Joko Widodo - Ma'ruf Amin yaitu menolak Undang-Undang Cipta Kerja.
Upaya negosiasi yang dilakukan perwakilan mahasiswa dengan polisi menemui jalan buntu.
Di lokasi, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana menegaskan mereka tidak boleh unjuk rasa di depan Istana. Sesuai dengan aturan, unjuk rasa hanya bisa dilakukan sampai di kawasan patung kuda.
Baca Juga: 6 Tahun Berkuasa: Jokowi Dinilai Mirip Soeharto, Ini 7 Ciri-cirinya
Terhadap keinginan agar perwakilan mahasiswa bisa berdialog dengan pihak Istana, kata Nana, sekarang sedang diupayakan.
“Mereka ingin bertemu dengan dari pihak Istana ini sedang kami sampaikan. Akan kami mediasi dengan pihak KSP (Kantor Staf Presiden),” kata dia.
Nana meminta demonstran, baik mahasiswa maupun buruh, tetap menjaga perdamaian.
"Tentunya kita pun berharap bahwa aksi ini dapat berjalan dengan damai yang penting kan aturannya sudah ada di UU Nomor 9 Tahun 1998 dalam hal penyampaian pendapat di muka umum bagaimana supaya pesan itu sampai,” kata dia.
Sesuai aturan, demonstrasi hanya diizinkan berlangsung sampai jam 18.00 WIB. Biasanya, polisi akan meminta mereka bubar jika waktunya melebihi peraturan.
Baca Juga: Wagub Riza: Demonstrasi Adalah Pilihan Terakhir
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD telah mengingatkan masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi melalui unjuk rasa, hari ini, untuk waspada kemungkinan disusupi orang yang ingin membuat ricuh.
"Kepada para pengunjuk rasa, silakan berunjuk rasa silakan, tapi hati-hati jangan sampai ada penyusup yang mengajak anda bikin ribut," kata Mahfud melalui video conference di Jakarta.
Menurut Mahfud bukan tidak mungkin adanya penyusup yang ingin memanfaatkan kesempatan dengan membuat unjuk rasa yang sebenarnya bertujuan menyampaikan aspirasi justru menjadi ricuh.
Bahkan, kata dia, para penyusup itu ingin mencari martil dengan memanfaatkan para pedemo agar menjadi korban dan ditudingkan kepada aparat keamanan.
"Saya ingatkan bahwa bukan tidak mungkin di antara para pengunjuk rasa ada penyusup yang ingin mencari martil, mencari korban yang kemudian ditudingkan ke aparat," kata dia.
Oleh karena itu, Mahfud meminta pedemo untuk berhati-hati dan mewaspadai agar jangan sampai aksi demo sebagai sarana penyampaian aspirasi tercoreng dengan aksi anarkis.
Yang jelas, kata dia, potensi-potensi masuknya penyusup dalam unjuk rasa semacam itu sudah diamati oleh kepolisian yang akan bertindak tegas terhadap pengacau.
"Ini juga sudah masuk ke dalam tengarai kami. Di dalam tengarai para penegak hukum dan penjaga kamtibnas, dalam hal ini kepolisian," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi.
Kepada aparat penegak hukum, Mahfud juga telah meminta untuk memperlakukan pedemo secara humanis dan penuh persaudaraan sebagai sesama warga negara.
"Tetapi, kepada yang akan mengacau dan ada bukti supaya ditindak tegas," kata dia.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin menyarankan masyarakat yang keberatan dengan UU Cipta Kerja untuk menempuh jalur hukum melalui judicial review.
"Poin-poin mana yang mereka keberatan ayat dan pasal mana di bab mana yang keberatan. Mari kita lakukan judicial review. Itu Mahkamah Konstitusi kan bukan tidak bernyawa itu, ada nyawanya di sana," ujar Ngabalin saat dihubungi Suara.com, Kamis (8/10/2020).
Pemerintah menekankan bahwa UU Cipta Kerja akan memberikan banyak manfaat bagi perekonomian nasional.yo