6 Tahun Berkuasa: Jokowi Dinilai Mirip Soeharto, Ini 7 Ciri-cirinya

Selasa, 20 Oktober 2020 | 16:19 WIB
6 Tahun Berkuasa: Jokowi Dinilai Mirip Soeharto, Ini 7 Ciri-cirinya
Jokowi saat menyampaikan arahan dalam sidang kabinet paripurna, di Istana Negara tanggal 18 Juni 2020. [Sekretariat Presiden]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani/LIMA Ray Rangkuti mengatakan, gaya kepemimpinan satu tahun di periode kedua Presiden Joko Widodo lebih condong mengikuti gaya Soeharto pada era Orde Baru.

Ray Rangkuti mengajukan tujuh ciri-ciri yang menjadi dasar dirinya menilai Jokowi yang tepat hari ini, Selasa (20/10/2020) sudah 6 tahun berkuasa, sama seperti Soeharto.

Mulanya, Ray Rangkuti membandingkan gaya kepemimpinan Jokowi dengan tiga presiden pertama RI. Mulai dari Soekarno, Soeharto dan Habibie.

Arah Jokowi yang menitiberatkan kepada ekonomi, yakni infrastruktur dan investasi dinilai lebih sama dengan kebijakan pembangunan era Soeharto.

Baca Juga: Massa Tak Beralmamater Dekati Barisan Mahasiswa, Orator: Hati-hati Penyusup

"Kalau saya lihat satu tahun terakhir ini setidaknya, saya merasa bahwa pak jokowi lebih cenderung mengadopsi gaya kepemimpinan Pak Harto dibanding Soekarno, dibanding dengan Pak Habibie," kata Ray dalam webinar Para Syndicate, Selasa (20/10/2020).

Kemudian, kekuatan dukungan parlemen yang mayoritas fraksi mendukung pemerintah juga menyamakan Jokowi dengan Soeharto.

Ciri selanjutnya, yaitu penumpukan kekuasaan kepada pemerintah pusat, salah satunya terlihat dalam omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja.

"Seperti kita ketahui ya, semua kekuasaan di bawah dia (Soeharto), sekarang juga begitu. Termasuk ciri dari undang-undang omnibus law. Di mana sekarang kelihatan banyak kewenangan yang selama ini kita distribusikan ke pemerintah daerah diambil alih lagi oleh presiden. Khususnya di perizinan-perizinan yang selama ini sudah didistribusikan ke pemerintah daerah sekarang diambil alih lagi oleh pemerintah pusat alias presiden," tutur Ray.

Tipikal orde baru di rezim Jokowi juga terlihat dari aspek stabilitas politik dalam penegakaan hukum.

Baca Juga: Demo Berlanjut di Kalbar, Mahasiswa Awali Salat Berjemaah

Ray mencontohkan, mudahnya aparat kepolisian dalam menangkap dan memeriksa masyarakat hanya karena tuduhuan hoaks dan ujaran kebencian.

Alasan serupa yang dilakukan aparat zaman orde baru dengan tuduhan menggangu keamanan.

"Makanya kita lihat sekarang ini polisi begitu aktif untuk memanggil, memeriksa mereka yang dianggap punya potensi untuk istilah-istilah yang dipergunakan sekarang itu hoaks, kebencian, dan itu soal redaksi saja menurut saya. Kalau zaman orde baru tentu disebut dengan mengganggu keamanan, mengganggu stabilitas, mengancam kedaulatan negara dan seterusnya," ujar Ray.

Tipikal kelima dan keenam, lanjut Ray ialah pengumpulan pembiayaan pembangunan hingga lemahnya upaya pemberanyasan korupsi. Dua hal yang dahulu ada di zaman orde baru, kini terkesan hidup kembali.

"Ini tipikal keenam di mana upaya pemberantasan korupsi itu bukan prioritas, bukan sesuatu yang penting," kata Ray.

Tipikal ketujuh ialah maraknya praktik dinasti politik. Ray berujar zaman dahuku dinasti politik dikenal dengan istilah nepotisme. Di mana hanya orang dekat terutama memiliki ikatan darah yang kemudian punya akses menuju kekuasaan.

Sekarang, kata Ray, praktik nepotisme atau dinasti politik bahkan dilakukam sendiri oleh Jokowi yang membiarkan anak dan mantunya mencalonkan diri dalam pemilihan wali kota pada Pilkada serentak 2020.

"Saya kira dengan tujuh ciri ini Pak Jokowi seperti memilih jalan Pak Harto dalam mengelola kekuasannya di periode kedua ini. Jadi kira-kira gitu dari tujuh ciri yang saya sebutkan. Jadi ciri orde baru cirinya eranya Pak Jokowi di era kedua hampir sama," kata Ray.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI