Suara.com - Pemerintah Thailand berusaha membendung protes yang sedang berlangsung dengan ancaman akan menyensor liputan berita, menggerebek tempat penerbitan buku, dan mencoba memblokir aplikasi Telegram yang digunakan oleh para demonstran.
Aksi protes warga dilakukan sebagai wujud permintaan agar Perdana Menteri mengundurkan diri.
Pemerintahan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha berupaya meredakan protes yang dipimpin oleh mahasiswa, setelah demonstrasi terus bertambah besar di Bangkok dan menyebar ke seluruh negeri.
Aksi ini sekaligus mengabaikan keputusan darurat yang melarang pertemuan publik lebih dari empat orang di Bangkok.
Baca Juga: Mengapa Kaum Muda Pimpin Aksi Besar-besaran dan Bersedia Lawan Hukum?
Sebagian besar dari ribuan pengunjuk rasa adalah kaum muda yang berkumpul di Bangkok utara pada Senin malam, seperti yang mereka lakukan di berbagai lokasi di ibu kota.
Selama enam hari terakhir mereka menyuarakan sejumlah tuntutan, termasuk desakan kontroversial untuk reformasi monarki.
Pada satu momentum dalam rangkaian aksi, para demonstran mengangkat tangan serempak dan memberi hormat tiga jari, tanda perlawanan yang dipinjam dari serial film 'The Hunger Games'.
Saat malam tiba, mereka mengangkat ponsel mereka, sehingga menyebarkan titik-titik cahaya di kerumunan.
Terlepas dari protes yang menyebar di luar ibu kota, Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengatakan kepada wartawan bahwa keadaan darurat hanya akan tetap diberlakukan di Bangkok untuk saat ini.
Baca Juga: Tuntut Reformasi Monarki, Puluhan Ribu Warga Thailand Gelar Aksi Protes
Pihak berwenang juga nampaknya berusaha dengan sia-sia untuk mencegah orang berkumpul melalui pentupan stasiun secara selektif di jalur angkutan massal Bangkok.
Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha juga memperingatkan bahwa pemerintah akan mengambil langkah hukum terhadap mereka yang mempromosikan protes di media sosial, termasuk mereka yang mengambil foto atau terpantau menghadiri aksi unjuk rasa melalui fasilitas aplikasi media sosial.
Meskipun demikian, tagar terkait protes tersebut tetap menjadi yang paling banyak digunakan di Twitter.
Salah satu dari banyak kelompok mahasiswa yang terlibat dalam pengorganisasian protes, Free Youth, baru-baru ini mengatakan bahwa akun Facebooknya mungkin akan segera diblokir dan meminta orang-orang untuk beralih mendaftar pada aplikasi Telegram.
Dalam waktu sekitar satu hari, pengikutnya di aplikasi tersebut mencapai 200.000.
Artikel ini diproduksi oleh Hellena Souisa dari artikel ABC News