Suara.com - Presiden Filipina mengatakan siap menghadapi dakwaan dan bertanggung jawab atas kebijakannya untuk mengeksekusi mati tersangka kasus narkoba.
Menyadur Channel News Asia, pernyataan Presiden Rodrigo Duterte disiarkan di televisi pada Senin (19/10) malam waktu setempat.
"Jika ada pembunuhan di sana, saya akan mengatakan bahwa saya adalah orangnya ... Anda dapat meminta pertanggungjawaban saya atas apa pun, kematian apa pun yang terjadi dalam pelaksanaan perang narkoba," ujar Duterte.
"Jika Anda terbunuh itu karena saya marah dengan obat-obatan," tegas presiden Duterte dengan nada bicara keras.
"Jika itu yang saya katakan, bawa saya ke pengadilan untuk dipenjara. Baik, saya tidak punya masalah. Jika saya melayani negara saya dengan masuk penjara, dengan senang hati."
Hampir 6.000 eksekusi tersangka kasus narkoba telah dilaporkan oleh polisi, namun pengawas hak asasi manusia Filipina menduga jumlah kematian jauh lebih besar.
Setidaknya dua pengaduan atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembunuhan massal sehubungan dengan kebijakan Duterte sedang diperiksa oleh jaksa Pengadilan Kriminal Internasional.
Duterte menanggapi keluhan tersebut dengan menarik Filipina dari pengadilan dunia dua tahun lalu dalam sebuah langkah yang menurut kelompok hak asasi manusia sebagai kemunduran besar perjuangan negara melawan impunitas.
Jaksa ICC mengatakan pemeriksaan pembunuhan tersangka narkoba akan terus berlanjut meskipun Filipina ditarik.
Baca Juga: Sinocav Akan Uji Klinis Vaksin Covid-19 di Filipina, Mulai Kapan?
Duterte bertanya pada hari Senin "kapan narkoba menjadi kemanusiaan?"