Suara.com - Seorang imam masjid di Prancis menyampaikan permohonan maaf atas insiden seorang guru dipenggal setelah menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di kelasnya.
"Kami mohon maaf," kata Hassen Chalghoumi, imam masjid Drancy di pinggiran kota Paris dikutip dari Al Arabiya. Ia menyampaikan permohonan maafnya saat memberikan penghormatan di depan sekolah tempat korban mengajar di Conflans-Sainte-Honorine.
Hassen Chalghoumi memperingatkan kepada ekstremis Islam dan meminta orang tua untuk tidak menumbuhkan kebencian terhadap Prancis.
Setelah meletakkan bunga, Hassen ditemani oleh para pemimpin Muslim lainnya, mengatakan bahwa sudah waktunya bagi komunitas Muslim untuk bangun akan bahaya ekstrimisme Islam.
Baca Juga: Guru Dipenggal Gegara Kartun Nabi Muhammad, Ribuan Warga Prancis Demo
"(Guru) adalah martir bagi kebebasan berekspresi, dan orang bijak yang telah mengajarkan toleransi, peradaban, dan rasa hormat kepada orang lain," kata Chalghoumi,
Presiden Konferensi Imam Prancis yang sering menyerukan toleransi antaragama tersebut mengatakan otoritas Muslim harus melihat insiden pemenggalan sebagai seruan untuk bertindak.
"Rektor masjid, imam, orang tua, kelompok masyarakat sipil, bangunlah, masa depan Anda dipertaruhkan," katanya.
Dia mengatakan ekstremis Islam di Prancis terorganisir dengan baik dan tahu bagaimana menggunakan sistem hukum dan seberapa jauh mereka bisa melangkah.
"Kita perlu mengakhiri wacana viktimisasi. Kita semua memiliki hak di Prancis, seperti orang lain. Orang tua harus memberi tahu anak-anak mereka tentang kebaikan yang ada di republik ini," ujarnya.
Baca Juga: Buntut Murid Penggal Kepala Guru, Prancis akan Usir 231 Tersangka Ekstremis
Pada hari Senin, Kepolisian Prancis melancarkan serangkaian penggerebekan yang menargetkan jaringan ekstremis, tiga hari setelah insiden pemenggalan seorang guru sejarah yang menunjukkan kepada murid-muridnya gambar Nabi Muhammad.
Operasi itu dilakukan sehari setelah puluhan ribu orang turun ke jalan berunjuk rasa di seluruh negeri untuk menghormati Samuel Paty, sang guru sejarah yang menjadi korban pemenggalan dan membela kebebasan berekspresi.
Dikutip dari The Guardian, kepolisian Prancis memulai penyelidikan terkait 50 asosiasi komunitas muslim dan 80 pihak yang dianggap ekstremis pada Senin (19/10).
Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin pada Senin (19/10), mengatakan polisi melancarkan penyelidikan terhadap kelompok islamis termasuk individu yang menyatakan dukungan untuk serangan itu.
Polisi juga menyasar para pengkhotbah radikal dan orang-orang ekstremis yang menyebarkan kebencian secara online. Darmain menyebut beberapa komunitas Muslim, "pasti akan dibubarkan."
Kolektif Anti-Islamofobia menjadi salah satu kelompok yang diselidiki pihak berwenang, di mana Darmain menyebut mereka jelas terlibat dibalik serangan terhadap Samuel Paty.
Adanya dugaan keterlibatan muncul setelah seorang ayah dari murid yang terlibat dalam organisasi itu, telah menyebut nama Paty di sebuah video yang diposting online, menyerukan pemecatan guru itu.
Ayah murid bersama dengan Abdelhakim Sefrioui, keduanya terlibat Kolektif Anti-Islamofobia, termasuk di antara 11 orang yang sejauh ini ditangkap sehubungan pembunuhan Paty.
Sumber dari kepolisian mengatakan pihak berwenang sedang bersiap untuk mendeportasi 213 orang asing yang berada dalam daftar pantauan pemerintah dan dicurigai memegang keyakinan agama yang ekstrem, termasuk sekitar 150 orang yang menjalani hukuman penjara.