Suara.com - Seorang perempuan di Provinsi Aceh mendirikan usaha jasa membersihkan rumah, justru ketika banyak pekerja dirumahkan dan mengalami PHK akibat pandemi Covid-19. Dalam menjalankan bisnisnya, mantan guru honorer ini merekrut sejumlah karyawan berstatus janda - seperti dirinya.
Seorang perempuan berbaju gamis hitam dan berkerudung merah muda tengah menyapu lantai sebuah rumah di Desa Jeumpet Ajun, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Pekerjaan itu dia lakoni dengan harapan lantai krem tersebut bersih tak bernoda.
Perempuan itu adalah Ratih Rahayu Putri, pendiri jasa bersih-bersih bernama Ratih Clean.
Baca Juga: Fasilitas Hotel Isolasi Pasien Covid Dilengkapi Laundry Hingga Ambulans
- Ibarat pertarungan 'Daud versus Goliat', PRT asal Indonesia menang lawan miliuner Singapura
- Kehilangan anaknya yang meninggal, seorang ibu berupaya menyebarkan kebaikan dengan menyediakan internet gratis bagi pelajar
- Teknologi 'gunting genetik' yang menangkan Nobel Kimia
Usaha ibu dua anak ini, yang baru berjalan sekitar tiga bulan, kini sudah memiliki 10 karyawan dan 100 orang pelanggan tetap.
Untuk satu jam pekerjaan dia mematok tarif Rp35.000 per jam, dengan pembagian pendapatan 14 % untuk dirinya, sedangkan sisanya untuk si karyawan.
Ratih mengaku bisa mengantungi duit sekitar Rp2 juta jika setiap pegawai bekerja 42 jam selama sebulan.
Banyaknya pelanggan tidak lepas dari tawaran yang diberikan kepada mereka, katanya.
"Kami memberikan penawaran untuk mensterilkan rumah-rumah, malah kita mengajari mereka, jadi mereka tidak perlu lagi manggil saya untuk bulan selanjutnya.
Baca Juga: Kerja di Tempat Laundry, Bisakah Menularkan Covid-19 dari Pakaian?
"Saya ajarkan bagaimana caranya membersihkan rumah dengan baik dan benar. Dan saya berikan cairan-cairan untuk mensterilkan ruangan, jadi mereka pun dapat ilmu juga," paparnya kepada Hidayatullah, wartawan di Aceh yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Gagasan pendirian usaha ini bermula ketika dirinya kehabisan uang setelah dia meninggalkan Malaysia dan pulang kampung ke Lhokseumawe, Aceh.
Merantau ke Malaysia
Selama akhir 2019 hingga Juni silam, Ratih merantau ke Malaysia untuk bekerja sebagai tenaga pembersih harian dengan bayaran RM10 atau setara dengan Rp35.000 untuk satu jam.
Pekerjaan ini ditekuninya selama satu bulan lebih. Selanjutnya dia bekerja pada perusahaan event organizer, dengan gaji mencapai RM3.000 dalam satu hari.
"Pekerjaan di sana sebenarnya semakin hari semakin meningkat, saya juga sempat di event organizer untuk menghias-hias pada kegiatan baby shower atau tujuh bulanan bayi."
Karena pendapatannya yang tinggi serta telah memiliki tempat tinggal yang bagus, Ratih berencana membawa kedua anaknya ke Malaysia.
Namun, pandemi Covid-19 telanjur melanda.
"Dari Indonesia tidak boleh masuk ke Malaysia, tapi orang yang berada di Malaysia bisa keluar ke Indonesia. Jadi saya memilih lebih baik saya pulang, karena anak," tuturnya.
Pada 22 Juni lalu, dia memutuskan untuk kembali ke Indonesia melalui bandara Internasional Kuala Namu.
"Begitu tiba di Lhokseumawe saya langsung isolasi mandiri dengan menyewa kos selama 14 hari.
"Nah di dalam tempat kos itu saya berpikir. Ini uang sudah habis, modal enggak ada, tabungan semuanya sudah habis untuk biaya pulang.
"Bagaimana caranya saya menghasilkan uang dengan tenaga dan tanpa modal uang Rp1.000 pun," kata Ratih, mengenang pengalamannya beberapa bulan lalu.
Berbekal ilmu selama delapan bulan di perantauan, dia mencoba membuat sebuah brosur yang menawarkan jasa membersihkan rumah. Informasi tersebut dibagikannya ke berbagai media sosial.
Respons positif langsung muncul dan dia diminta untuk bekerja.
"Saya keluar karantina baru saya bisa mulai bekerja. Pertama bekerja berdua dengan kawan yang dari Lhokseumawe. Tarif pertama itu Rp35.000 dalam satu jam untuk satu orang pekerja."
Utamakan merekrut ibu berstatus janda
Dalam merekrut karyawan, Ratih sengaja memilih sejumlah pekerja berstatus janda karena latar belakang ekonomi mereka menengah ke bawah, dan relatif berpengalaman membersihkan rumah.
Dari 10 orang karyawannya, lima orang di antara mereka berstatus janda dengan lima anak.
Salah satunya Gusniarti, yang sebelumnya telah bekerja selama enam bulan di Malaysia sebagai cleaning service.
"Karena di sana sudah pandemi, kami pun istilahnya lockdown, tidak ada pekerjaan. Jadi kami kembali ke Tanah Air," kata Gusniarti.
Strategi Ratih dalam merekrut pegawai yang berpengalaman bekerja sebagai pembersih membuahkan reputasi baik.
Dia mendapatkan tanggapan positif dari pelanggan yang awalnya penasaran dengan tawaran jasa yang baru pertama ada di Lhokseumawe.
Salah seorang pengguna jasa Ratih Clean, Fauzan, mengaku puas dengan hasil kerja para tenaga pembersih.
"Saya coba untuk membersihkan rumah, hasilnya puas. Mereka ada team worknya saat bekerja. Saya lalu memanggil mereka kedua kalinya untuk membersihkan taman," kata Fauzan.
Fauzan melanjutkan, dalam bekerja mereka mengikuti protokol kesehatan dan tetap menggunakan masker.
Mantan guru honorer
Perempuan kelahiran 1987 ini sejatinya bergelar strata satu Matematika, dari Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Lhokseumawe.
Dia mengawali kariernya sebagai seorang guru honorer pada 2008, namun kemudian memutuskan untuk berhenti pada 2019.
"Saya digaji Rp350.000 per bulan," katanya.
Pada 2014, nasib malang menimpa Ratih. Suaminya yang menjadi tulang punggung keluarga meninggal dunia.
Sebagai ibu tunggal dengan dua orang anak, pendapatannya dari mengajar semakin tidak mencukupi, karena harga kebutuhan pokok semakin meningkat.
Akhirnya pada penghujung tahun 2019 dia memutuskan untuk berhenti menjadi seorang pengajar dan merantau ke Malaysia.
"2019 sudah lamar pekerjaan dengan ijazah S1 dan hasilnya nihil, berat kali cari kerja di Lhokseumawe saat itu. Bagaimana caranya saya berangkat ke Malaysia untuk bekerja."
PHK pada masa Covid-19
Kepala Dinas Tenaga Kerja Dan Mobilitas Penduduk Aceh, Iskandar Syukri, mengatakan bahwa berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan pada akhir April lalu ada sebanyak 8.642 orang yang tidak aktif lagi membayar iuran, atau dianggap sudah dirumahkan atau di-PHK.
Sementara data terakhir yang dilaporkan oleh dinas pada September lalu, untuk Banda Aceh terdapat 627 orang yang dirumahkan dan PHK.
"Memang yang pertama paling rentan itu sektor pariwisata, biro jasa, biro tenaga kerja, dan industri menengah yang belum stabil produksinya. Sementara industri besar seperti perusahaan sawit masih bisa bertahan," kata Iskandar Syukri.
Ratih menjelaskan, keinginannya untuk kembali ke Malaysia jika pandemi Covid-19 sudah berlalu.
"Ada rencana sih ingin kembali ke Malaysia, tapi kalau saya sudah bisa memajukan pemuda-pemuda Aceh, sudah bisa membantu mereka untuk mendapatkan pekerjaan tetap.
"Saya mungkin akan balik ke Malaysia untuk jalan-jalan saja dan bawa anak-anak," tutup Ratih.