Suara.com - Politikus PDI Perjuangan Ruhut Sitompul getol mengkritik sejumlah kalangan yang bersikap kontra terhadap Undang-Undang Cipta Kerja.
Di antaranya, dia mengkritik kelompok yang disebutnya menggulirkan isu revolusi akhlak.
"Siapa raja ngeles? Ya kadrun kenapa karena jelas orasinya waktu demo menolak UU Cipta Kerja 13 Oktober menyemangati para pendemo mengatakan bosnya segera kembali dan akan memimpin revolusi menjatuhkan Pak Joko Widodo Presiden RI ke 7. Eh sekarang ngeles revolusi akhlak," kata Ruhut.
Ruhut bersemangat sekali mengkritisi demonstrasi untuk menolak UU Cipta Kerja. Lewat media sosial, dia juga menyindir seorang kepala daerah yang disebutnya sebagai kadrun.
Baca Juga: Gatot Nurmantyo Tak Masalah Disebut Kadrun: Allah Tahu yang Saya Lakukan
"Keterlibatan anak-anak SMP serta SD dalam demo menolak UU Cipta Kerja keterlaluan karena merusak mental anak-anak untuk melakukan yang tidak tahu apa yang mereka lakukan dengan anarkis, tapi yang lebih rusak lagi pernyataan gubernur kadrun bisa menerima keterlibatan anak-anak masih percaya kadrun," kata Ruhut.
Bagi Ruhut demonstasi tersebut tidak jelas juntrungannya dan dia meyakini ada provokatornya.
"Hey begundal-begungal provokator sudah kembalilah ke jalan yang benar, percuma kalian demo-demo yang tidak jelas juntrungannya malu dong sama anak dan Cucu, UU Cipta Kerja dari Presiden RI ke 7 Bapak Joko Widodo dan DPR RI sangat baik untuk kemajuan bangsa Indonesia," katanya.
Sementara itu, untuk menggambarkan sebuah keadaan politik, analis politik dan ekonomi Rustam Ibrahim mengungkapkan adagium: "jika anda berumur dibawah 30 tahun dan anda tidak revolusioner, anda tidak punya hati. Tapi jika anda berumur di atas 30 tahun dan masih tetap revolusioner, anda tidak punya kepala.
Rustam mengatakan banyak kaum intelektual berapi-api membela demonstrasi yang dilakukan anak-anak muda, mahasiswa, dan kaum buruh di tengah pandemi Covid-19. Bahkan ada yang mendukung revolusi. "Sayangnya mereka tidak ikut berada di lapangan," kata Rustam.
Baca Juga: Denny Siregar Tawarkan Dua Jalan ke Ferdinand Hutahaean Usai Tinggalkan AHY
Anak-anak muda, pelajar, mahasiswa, buruh dengan penuh semangat dan idealisme melakukan demo di tengah pandemi. "Orang-orang tua banyak mendukung demo ini. Tapi mereka tidak ikut berada di jalanan," katanya.
Tetapi biasanya setelah demonstrasi sukses mengubah keadaan, kata Rustam, orang-orang tua yang akan tampil ke depan, membagi-bagikan kekuasaan dan jabatan.
Sementara para pelajar diminta kembali ke sekolah, mahasiwa back to campus, dan kaum buruh dipersilakan kembali bekerja di pabrik. "Biar kami yang urus dan bereskan semuanya, kata mereka," kata Rustam.
"Anak-anak muda, pelajar, mahasiswa, buruh demolah, masa sama pandemi saja takut; kami akan selalu di belakang anda kata orang-orang tua. Mereka, orang-orang tua itu memang berada di belakang, tidak di lapangan. Kalau sukses barulah orang-orang tua tampil ke depan dan anak-anak muda diminta mundur ke belakang."
Rustam menekankan anak-anak muda sering jadi korban atau dikorbankan kemudian dipuji-puji sebagai pahlawan. Sementara orang-orang tua tampil sebagai juragan kekuasaan.