Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindakan Kekerasan (KontraS) memiliki catatan untuk hasil kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi - Ma'ruf Amin selama satu tahun. Salah satu hasil yang terlihat nyata ialah menyusutnya ruang kebebasan sipil.
Peneliti KontraS Rivan Lee Anandar menjelaskan kalau berdasarkan pemantauan, setidaknya terdapat tiga sektor kebebasan sipil, yakni kebebasan berkumpul, berserikat atau berasosiasi dan berekspresi. Hal itu diperolehnya atas pemantauan secara langsung baik melalui demonstrasi atau media online dan media massa.
"Bagian ini adalah bagian yang terlihat nyata dari hasil kinerja selama satu tahun, yakni menyusutnya ruang kebebasan sipil," kata Rivan saat memaparkan melalui daring, Senin (19/10/2020).
Secara khusus, KontraS melihat adanya ancaman terhadap kebebasan ruang sipil selama setahun pemerintahan Jokowi - Ma'ruf Amin. Yakni, pewajaran terhadap represifitas aparat dan pembungkaman sipil dalam bentuk perampasan, intimidasi, doxing sampai penyiksaan siber yang berujung pada kriminalisasi.
Baca Juga: KontraS: Pelibatan TNI, BIN dan Polri Atasi Pandemi Covid-19 Tak Tepat Guna
Lebih lanjut, menurut KontraS, setidaknya terdapat 157 kali pembatasan kebebasan sipil dilakukan selama setahun pemerintahan Jokowi - Maruf Amin. Mayoritas dari kasus yang dicatat KontraS ialah penangkapan masyarakat sipil.
Rivan mengatakan, penangkapan sering terjadi di tengah aksi unjuk rasa.
"Nah, proses penangkapan ini biasanya dilakukan pada saat aksi massa, itulah mengapa angka penangkapan atau serangan terhadap pembebasan sipil ini tinggi setahun terakhir," ujarnya.
Selain itu, penyusutan kebebasan bagi masyarakat sipil juga dibuktikan dengan adanya pembubaran yang dilakukan aparat keamanan.
Dalam tindakan pembubaran itu, aparat kerap pula melakukan tindakan kekerasan lainnya.
Baca Juga: KontraS: Setahun Rezim Jokowi - Ma'ruf Hasilkan Resesi Demokrasi
"Terus diiringi dengan pembubaran. Hal ini semakin menegaskan bahwa upaya-upaya penangkapan itu dilakukan memang kerap kali pada saat aksi massa ya di saat polisi mencoba membubarkan massa aksi," tuturnya.
"Dan biasanya itu diiringi juga dengan praktik penganiyaan, penyiksaan, intimidasi secara verbal ataupun non verbal."