Vaksinasi Dipercepat November, Pemerintah dan BPOM Harus Pastikan Keamanan

SiswantoBBC Suara.Com
Senin, 19 Oktober 2020 | 10:21 WIB
Vaksinasi Dipercepat November, Pemerintah dan BPOM Harus Pastikan Keamanan
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah Indonesia diminta untuk tidak terburu-buru melakukan vaksinasi Covid-19 pada November mendatang di tengah ketidakpastian efektivitas dan keamanan vaksin tersebut.

Berdasarkan pengamatan epidemiolog dan pakar biologi molekuler, uji klinis vaksin virus corona di beberapa negara masih berlangsung atau belum selesai sehingga data keamanan dan efektivitasnya masih diragukan.

Adapun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah berangkat ke China untuk melakukan inspeksi ke lokasi produksi vaksin di China dengan tujuan untuk percepatan akses vaksin yang aman, berkhasiat, dan bermutu.

Sementara Kementerian Kesehatan bakal menjelaskan kepastian vaksin tersebut pada Senin (19/10).

Baca Juga: Peraturan Dianggap Tak konsisten, BPOM Dinilai Tak Serius Urus Kental Manis

Sejumlah negara seperti Turki, Brasil, Uni Emirat Arab, Bangladesh, dan Indonesia masih melangsungkan uji klinis fase tiga vaksin Covid-19.

Khusus di Indonesia yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran  Bandung, sejauh ini tidak ada laporan efek samping yang berat atau serius di antara ribuan relawan yang menerima vaksin Sinovac buatan China tersebut.

Hasil sementara itu, menurut pakar biologi molekuler, Ahmad Rusdan Handoyo, serupa dengan data uji klinis fase satu dan dua yang berlangsung di negara-negara lain.

Namun demikian, katanya, bukan berarti bisa langsung disuntikkan kepada masyarakat, sebab dasar program vaksinasi harus menjamin keamanan dan efektivitas.

"Memang dari uji klinis fase satu dan dua sejauh ini belum ada kasus kematian, tapi bagaimana efektivitasnya? Dari data yang saya lihat sejauh ini belum melihat ada data efektivitas yang terpublikasi secara publik. Sejauh ini data efektivitas belum ada," ujar Ahmad Rusdan Handoyo kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (18/10).

Baca Juga: BPOM Gandeng MUI Menuju China, Inspeksi Proses Pembuatan Vaksin Covid-19

Pun, jika dengan data sementara menunjukkan vaksin bikinan Sinovac, CanSino, dan Sinopharm itu dianggap efektif harus diteliti kembali apakah betul-betul bisa mencegah terjadinya "gejala berat setelah terinfeksi".

"Efektivitas itu bukan cuma antibodi terbentuk. Tapi apakah bisa mencegah infeksi. Sebab kalau terbukti tidak efektif, yang dikhawatirkan kepercayaan masyarakat terhadap vaksin hilang," tukasnya.

Karena itulah, Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai lembaga otoritas yang memberi izin edar obat di Indonesia harus "berhati-hati sekali" dalam memberi lampu hijau vaksinasi Covid-19 lantaran data yang mereka pegang kemungkinan tidak lengkap.

"Otoritas BPOM, mereka harus hati-hati karena data yang separuh itu apakah bisa menjamin?" ungkapnya.

'Ini bukan keadaan kalau tidak dilakukan vaksinasi akan mati'

Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan pemerintah tidak perlu tergesa-gesa melakukan vaksinasi di Indonesia pada November mendatang.

Sebab hingga saat ini belum ada data ilmiah yang menunjukkan keamanan dan efektivitas vaksin Covid-19.

Kalaupun sudah dipakai oleh beberapa negara dengan status "darurat" bukan berarti bisa diterapkan di Indonesia, kata Pandu.

Baginya, tidak ada kondisi genting yang mengharuskan vaksinasi.

"Ini bukan keadaan kalau tidak dilakukan vaksinasi akan mati, tapi bisa ditunda," ujar Pandu Riono kepada BBC News Indonesia.

"Karena vaksin bukan solusi jangka pendek. Kita tunda sampai benar-benar aman juga tidak apa-apa, kenapa harus terburu-buru? Kita harus pastikan aman dan efektif," sambungnya.

Pemerintah, menurutnya, harus tetap mengutamakan penelusuran, pengetesan, dan perawatan dalam menghadapi pandemi Covid-19 seperti yang dijalankan Korea Selatan, China, dan Singapura.

"Untuk atasi pandemi bukan vaksinasi, itu cara berpikir yang salah besar. Untuk atasi pandemi dengan pengawasan dan perubahan perilaku."

IDI: 'Kami mendukung rencana pemerintah'

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai tenaga kesehatan yang akan memberikan vaksin dan penerima vaksin Covid-19 menyatakan akan mendukung rencana pemerintah itu selama telah mendapat persetujuan dari BPOM.

"Harapan kami vaksin yang digunakan memenuhi standar keamanan dan efektivitas serta tersedia dalam jumlah yang cukup sehingga bisa membantu membentuk kekebalan individu dan populasi," ujar Juru bicara IDI, Halik Malik kepada BBC.

Hanya saja, kata dia, sejauh ini belum ada perencanaan detail dari Kementerian Kesehatan mengenai program vaksinasi Covid-19 mulai dari jumlah sasaran penerima vaksin hingga lokasi yang di tuju.

"Mikro planning belum ada, itu yang nanti menggambarkan rincian lokasi, kemudian tim yang akan turun, jumlah, sasaran logistik yang diperlukan dan seterusnya."

Akan tetapi, para tenaga kesehatan telah dilatih tentang bagaimana pemberikan vaksin tersebut.

160 juta orang akan menjadi sasaran penerima vaksin

Menko Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Airlangga Hartarto, mengatakan total ada 160 juta orang yang akan menjadi sasaran penerima vaksin virus corona.

Vaksinasi itu akan dipercepat mulai November dengan membeli vaksin buatan Sinovac, CanSino, dan Sinopharm.

Cansino dilaporkan menyanggupi 100.000 vaksin pada November tahun ini dan sekitar 15-20 juta untuk tahun 2021.

Sedangkan Sinopharm disebut mampu mengirim 15 juta vaksin tahun ini, di mana lima juta dosis akan mulai datang pada November 2020.

Sementara Sinovac bisa menyuplai hingga tiga juta dosisi vaksin pada akhir Desember 2020 dengan komitmen pengiriman 1,5 juta dosis pada minggu pertama bulan depan, kemudian 1,5 juta dosis lagi pada Desember awal.

Direktur Jenderal Pencehahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto, berkata pemberian vaksin tersebut akan merujuk pada data uji klinis fase tiga yang diperoleh dari China, Turki, Brasil, dan Bangladesh.

"Kita akan transfer data-data itu semua yang nantinya akan diberikan ke BPOM. Tanggal 15 Oktober BPOM berangkat ke China untuk mendapatkan data dari BPOM China," ujar Achmad Yurianto seperti dilansir CNBC Indonesia, Selasa (13/10).

Adapun pemberian vaksin akan diprioritaskan kepada paramedis, TNI/Polri sebanyak 3,4 juta orang. Lalu perangkat pemerintahan mulai dari kecamatan, desa, RT/RW sebanyak 5,6 juta orang.

Kemudian tenaga pendidik mulai dari PAUD sampai perguruan tinggi sebanyak 4,3 juta orang dan peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran sebanyak 86 juta orang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI