Suara.com - Komnas Hak Asasi Manusia atau HAM melakukan pemantauan dan penyelidikan atas kematian Pendeta Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa, Intan Jaya, Papua. Di sana mereka juga banyak menerima sejumlah pengduan.
Ketua Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Choirul Anam menerima pengaduan bahwa sekolah di Distrik Hitadipa diambil alih oleh TNI untuk dijadikan pos persiapan Koramil.
"Yang pertama pengaduan terkait keberatan gedung sekolah yang dijadikan pos persiapan koramil di Hitadipa," kata Choirul dalam keterangan pers, Sabtu (17/10/2020).
Akibat gedung sekolah diambil alih menjadi pos persiapan Koramil, sekitar 100 lebih anak kehilangan tempat untuk belajar dan tidak bisa bersekolah. Atas persoalan itu, Komnas HAM akan melaporkan ke Menko Polhukam Mahfud MD dan Mendikbud Nadiem Makarim.
Baca Juga: Autopsi Jasad Pendeta Yeremia, Keluarga Mau Jika Didampingi Komnas HAM
"Sesampainya kami di Jakarta, masalah ini akan menjadi salah satu fokus Komnas HAM untuk memfollowup ini," ujar dia.
Selain itu, Komnas HAM juga menerima adanya pengaduan berupa surat dari pendeta. Pendeta di Hitadipa menginginkan pendekatan damai dalam menangani masalah konflik di Intan Jaya.
"Jadi pak pendeta bahwa pendekatan keamanan itu melahirkan kekerasan dan ketidaknyamanan masyarakat di sana. Oleh karenanya menjadi penting bagi dia menyampaikan langsung kepada saya," tuturnya.
Lebih lanjut, Choirul menegaskan bahwa pengaduan tersebut akan dijadikannya sebagai mandat penting. Menurutnya pendekatan damai bisa lebih efektif ketimbang pendekatan keamanan yang bisa memicu aksi kekerasan.
Sebelumnya, Pembunuhan kembali terjadi di Papua pada Sabtu (19/9/2020). Seorang pendeta Yeremia Zanambani, 68 tahun ditemukan tewas tertembak senjata api dan tertusuk di Kampung Bomba, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua.
Baca Juga: Penembakan Pendeta Yeremia di Intan Jaya, Komnas HAM Temukan Fakta Baru
Menurut pendeta yang tidak bisa disebutkan namanya, Pendeta Yeremia ditemukan tak bernyawa di kandang babi miliknya dan ditemukan oleh istrinya pada Minggu pagi.
“Sabtu sore dia ke kandang babi sama istrinya. Lalu istrinya pergi duluan, dia tetap di sana. Setelah itu, saya dengar Pendeta Yeremia ditembak oleh tentara. Dia juga ditusuk katanya, karena masih hidup setelah ditembak,” jelasnya.
Kepolisian Daerah Papua menduga Kelompok Kriminal Bersenjata/KKB terlibat dalam pembunuhan ini untuk memancing perhatian global jelang sidang umum PBB yang akan digelar pada 22-29 September 2020.
Masyarakat setempat merasa pembunuhan pendeta Yeremia ini dilakukan untuk mencari pelaku penembakan yang menewaskan anggota TNI.
Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua Barat Socratez S. Yoman juga menuding TNI sebagai dalang di balik pembunuhan pendeta Yeremia.
“Pendeta Yeremia bukan orang jahat dan dia tak terlibat dalam penembakan TNI. Mengapa TNI langsung menembak Pendeta Yeremia? Kenapa tidak bertanya dulu. TNI yang pernah bertugas di Hitadipa pasti tahu Pendeta Yeremia, tapi TNI yang baru bertugas di Hitadipa tidak mengenalnya, makanya langsung ditembak mati,” kata Younes Dauw, aktivis HAM Papua.
Namun, TNI membantah tuduhan tersebut dan menuding KKB sebagai pelaku dari pembunuhan pendeta Yeremia.
Keterangan yang dikatakan oleh Kapen Kogabwihan III, Kol Czi IGN Suriastawa mengenai TNI yang disebarkan KKB di media sosial.
“Mereka memutar balikkan fakta. Terlihat jelas adanya setingan agar masyarakat terus mencurigai TNI dan pemerintah menjelang sidang umum PBB,” katanya.