Suara.com - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo, merayu pemerintah Arab Saudi untuk segera melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.
Pompeo turut mendesak negara yang dipimpin Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud untuk mengikuti jejak dua kerajaan Teluk Arab lainnya, yakni Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA).
Bahrain dan UEA telah melakukan normalisasi yang dijembatani Amerika Serikat pada 15 September lalu. Kedua negara menandatangani kesepakatan di Gedung Putih, Washington DC.
Pejabat Palestina mengutuk tindakan Bahrain dan UEA dan menganggap normalisasi yang disebut AS sebagai "Abraham Accords" itu adalah penghianatan terhadap perjuangan rakyat Palestina.
Baca Juga: Jelang Pilpres AS, Korut Pamerkan Rudal Antar Benua Baru
Saat bertemu Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan di Washington, Rabu (14/10/2020), Pompeo menyebut normalisasi hubungan itu penting untuk keamanan regional.
"Mereka mencerminkan dinamika yang berubah di kawasan, di mana negara-negara dengan tepat mengakui kebutuhan kerja sama regional untuk melawan pengaruh Iran dan menghasilkan kemakmuran," kata Pompeo dikutip dari Al Jazeera.
“Kami berharap Arab Saudi akan mempertimbangkan untuk menormalisasi hubungannya juga."
"Kami ingin berterima kasih kepada mereka atas bantuan yang telah mereka dapatkan dalam menyukseskan Abraham Accords sejauh ini."
Pompeo turut menambahkan bahwa dia berharap kerajaan Arab Saudi akan mendorong para pemimpin Palestina atau Otoritas Palestina (PA) untuk kembali bernegosiasi dengan Israel.
Baca Juga: Prabowo ke AS Diprotes Belasan LSM, Jubir: Silakan Saja
Riyadh sendiri diam-diam telah menyetujui kesepakatan UEA dan Bahrain --meskipun kini telah berhenti mendukung.
Arab Saudi juga telah mengisyaratkan bahwa pihaknya tidak siap untuk mengambil tindakan sendiri terkait normalisasi hubungan tersebut.
Analis Timur Tengah telah mengajukan pertanyaan dan kekhawatiran tentang konsekuensi normalisasi Israel-Arab di wilayah tersebut.
“Tampaknya Israel semakin mendapatkan landasan politik di kawasan itu, memperluas hubungan perdagangan dan keuangan, dan memperkuat poros Arab-Israel melawan Iran," kata Adnan Abu Amer, kepala Departemen Ilmu Politik di Universitas Umat di Gaza.
"Semua ini terjadi bertentangan dengan keinginan rakyat Palestina dan tanpa konsesi dari Israel," tambahnya.