Suara.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengkritik penangkapan sejumlah aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia yang kemudian ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan di rumah tahanan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.
Aktivis KAMI yang telah ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan pelanggaran terhadap UU Informasi dan Transaksi Elektronik sebanyak lima orang. Beberapa di antaranya mantan aktivis 98.
Melalui media sosial, Jimly menekankan bahwa perlakuan terhadap para aktivis yang berbeda pendapat, berlebihan, apalagi sampai menahan mereka.
"Sekarang, penjara dimana-mana sudah penuh, kelebihan penghuni (over kapasitas) sudah 208 persen. Bahkan di kota-kota besar sudah 300 persen. Maka, peruntukkanlah penjara bagi para penjahat saja, bukan untuk orang yang berbeda pendapat," kata Jimly.
Baca Juga: Aktivis KAMI Ditangkap, Rizal Ramli: Pakai Borgol-borgol Segala, Norak Ah
Jimly lebih setuju merespons kalangan yang berbeda pendapat dengan cara dialog, bukan ditangkap, diborgol, dan ditahan. "Mereka yang beda pendapat cukup diajak dialog dengan hikmah untuk pencerahan," kata Jimly.
Jimly menyesalkan perlakuan aparat kepolisan terhadap aktivis yang diborgol dan mempertontonkan mereka ke publik.
"Ditahan saja saja pantas apalagi diborgol untuk kepentingan disiarluaskan. Sebagai pengayom warga, polisi harusnya lebih bijaksana dalam menegakkan keadilan dan kebenaran. Carilah orang jahat, bukan orang salah atau yang sekedar "salah."
Kritik keras terhadap perlakuan terhadap para aktivis juga dilontarkan mantan menteri Rizal Ramli dan politikus Andi Arief melalui media sosial mereka.
Uji nyali Gatot
Baca Juga: Nasib Aktivis KAMI, Jimly: Ditahan Saja Tak Pantas Apalagi Diborgol
Sementara itu, menurut pengamat kepolisan Neta S. Pane menyampaikan tiga analisis terhadap maksud polisi menangkap sejumlah aktivis KAMI.
Pertama, untuk pengalihan konsentrasi buruh dalam melakukan aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja. Kedua, sebagai terapi kejut bagi KAMI serta jaringannya agar jangan melakukan aksi yang mengancam pemerintahan Jokowi. Ketiga, untuk menguji nyali deklarator KAMI Gatot Nurmantyo.
Menurut Neta pemerintahan Jokowi bisa jadi sedang menguji apakah Gatot Nurmantyo akan berjuang keras membebaskan para aktivis KAMI atau tidak. "Jika dia terus bermanuver, bukan mustahil Gatot Nurmantyo juga akan diciduk rezim. Sama seperti rezim menciduk sejumlah purnawirawan di awal Jokowi berkuasa di periode kedua kekuasaannya," ujar Neta.
Neta menilai penangkapan itu polisi. Apalagi, menurut dia, tuduhan pelanggaran UU ITE dan provokasi massa yang ditujukan kepada beberapa aktivis KAMI sangat lemah.
"Pada akhirnya Syahganda cs diperkirakan akan dibebaskan dan kasusnya tidak akan sampai ke pengadilan seperti empat kasus makar terdahulu, terutama kasus Hatta Taliwang cs," kata Neta.