Suara.com - Laporan baru dari PBB menyatakan bahwa dunia perlu segera meningkatkan investasi dalam sistem peringatan dini untuk peristiwa cuaca ekstrem.
Selama 50 tahun terakhir, jumlah bencana alam yang tercatat telah meningkat lima kali lipat, sebagian akibat perubahan iklim.
Studi ini memperingatkan bahwa satu dari tiga orang di Bumi tidak cukup terjangkau oleh sistem peringatan.
Jumlah orang yang membutuhkan setelah bencana alam bisa meningkat 50 persen selama dekade berikutnya.
Baca Juga: Cuaca Ekstrem, Puluhan Rumah di Pandeglang Hancur Diterjang Angin
- Gempa Donggala: Tsunami benar terjadi meski peringatan dini dicabut
- Sistem peringatan dini banjir Jakarta tidak beroperasi, para korban siap gugat pemerintah
- Lima hal yang perlu diketahui tentang buoy alat deteksi tsunami
Laporan State of Climate Services 2020 disusun oleh pakar dari 16 lembaga internasional serta institusi keuangan, dan dikoordinasikan oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO).
Dalam 50 tahun terakhir, menurut laporan tersebut, sekitar 11.000 bencana yang melibatkan bahaya terkait cuaca, iklim, dan air telah terjadi dan menelan dua juta korban jiwa dan menyebabkan kerugian ekonomi senilai lebih dari US$3,5 triliun.
Pada 2018, sekitar 108 juta orang meminta bantuan dari lembaga internasional untuk mengatasi bencana alam.
Para penulis laporan baru ini berkata bahwa pada tahun 2030, jumlah ini dapat meningkat 50 persen dengan biaya sekitar US$20 miliar atau sekitar Rp295 triliun setahun.
Peringatan dini di tengah pandemi Covid-19
Sistem peringatan dini yang efektif adalah kunci, menurut studi - Dan para peneliti yang menyusunnya menyerukan perubahan dalam sistem cuaca, yang tidak sekadar menekankan ramalan cuaca tapi juga dampak dari cuaca itu.
Baca Juga: Aktivis Dunia Kecam Terpilihnya China dan Rusia Jadi Dewan HAM PBB
Sistem peringatan yang berkualitas sangat diperlukan negara-negara berkembang dan di negara-negara pulau kecil.
Negara-negara ini telah rugi miliaran dolar karena bencana terkait cuaca dan iklim selama lima dekade terakhir.
Sekitar 70 persen dari kematian yang terkait dengan bencana ini terjadi di negara-negara termiskin.
Namun menurut WMO, hanya 26 persen jaringan pengamatan cuaca di Afrika yang memenuhi standar.
Munculnya virus corona telah membuat pembangunan sistem peringatan dini lebih sulit, menurut laporan itu.
Tapi kesadaran ini jangan sampai mengalihkan perhatian dari kebutuhan untuk membantu orang-orang miskin mengatasi bencana alam, yang diperburuk oleh perubahan iklim.
"Menjadi siap dan mampu bereaksi pada waktu yang tepat, di tempat yang tepat, dapat menyelamatkan banyak nyawa dan melindungi mata pencaharian masyarakat di mana pun mereka berada," kata sekretaris jenderal WMO Prof. Petteri Taalas.
"Sementara Covid-19 menyebabkan krisis kesehatan dan ekonomi internasional, dan dunia perlu bertahun-tahun untuk pulih dari itu, sangat penting untuk diingat bahwa perubahan iklim akan menimbulkan ancaman yang terus-menerus dan meningkat terhadap kehidupan manusia, ekosistem, ekonomi, dan masyarakat selama berabad-abad yang akan datang," katanya.
Laporan ini menguraikan enam rekomendasi yang menurut para penulis sangat penting:
- Investasi untuk mengatasi kesenjangan kapasitas sistem peringatan dini, terutama di negara-negara berkembang Afrika dan di negara-negara pulau kecil.
- Fokus investasi untuk mengubah informasi peringatan dini (early warning) menjadi tindakan dini (early action).
- Pastikan pembiayaan berkelanjutan dari sistem pemantauan global yang menjadi basis peringatan dini.
- Lacak aliran keuangan untuk meningkatkan pemahaman tentang alokasi sumber daya ini sehubungan dengan kebutuhan implementasi sistem peringatan dini dan apa dampaknya.
- Menjadi lebih konsisten dalam pemantauan dan evaluasi untuk menentukan efektivitas sistem peringatan dini dengan lebih baik.
- Isi kesenjangan data, terutama di negara-negara berkembang pulau kecil.
"Covid-19 telah membuat risiko jadi urusan semua orang," kata Mami Mizutori, yang merupakan perwakilan khusus sekretaris jenderal PBB untuk pengurangan risiko bencana.
"Kita perlu membawa pemahaman dan momentum ini ke dalam perjuangan yang jauh lebih besar untuk planet kita, melawan kedaruratan iklim yang lebih besar, lebih kuat, dan lebih menghancurkan."