Suara.com - Seorang wanita di Singapura menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah tirinya yang berlangsung selama lebih dari 20 tahun.
Menyadur The New Paper, Kamis (15/10/2020) kasus tersebut terungkap setelah seorang wanita melaporkan kejadian yang menimpanya sejak usia 7 tahun ke Hakim Distrik Jasvender Kaur, Rabu (14/10).
Insiden tersebut bermula ketika korban pindah ke sebuah perumahan pada tahun 1990 ketika dia baru berusia tiga tahun bersama keluarga dan ayah tirinya, sekitar setahun setelah ayah kandungnya meninggal.
Ketika korban berusia tujuh tahun, ayah tirinya mulai melecehkannya secara seksual yang berlangsung selama lebih dari 20 tahun sampai akhirnya korban berani melaporkannya ke polisi.
Baca Juga: Berlangsung 20 Tahun, Kasus Pelecehan Ayah ke Anak Tiri Akhirnya Terbongkar
Pada hari Senin, tersangka yang bekerja sebagai sopir bus, mengaku bersalah atas lima dakwaan penganiayaan. Tujuh dakwaan pelecehan lainnya dan dua dakwaan di bawah Films Act juga dipertimbangkan.
Tersangka tidak bisa disebutkan namanya untuk melindungi identitas korban.
Dalam pengajuannya kepada Hakim Distrik Jasvender Kaur kemarin, Wakil Jaksa Penuntut Umum Sruthi Boppana menggambarkan bagaimana wanita itu bergumul dengan perasaan sedih saat menanggung pelecehan seksual seorang diri karena dia tidak yakin harus meminta bantuan kepada siapa dan takut membebani ibunya.
"Insiden ini akan ada dalam diri saya selamanya," kata wanita dalam sebuah pernyataan dikutip dari The New Paper.
"Saya hanya menunggu untuk mati agar saya dapat melarikan diri dari masa lalu dan memulai kembali hidup saya, melupakan semua kenangan kotor itu." sambungnya.
Baca Juga: Akhirnya 2 Pelabuhan Internasional Batam Layani Perjalanan ke Singapura
Mengingat fakta kasus yang belum pernah terjadi sebelumnya,
DPP Boppana mengatakan bahwa kasus seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya dan mengusulkan hukuman penjara maksimal 10 tahun, ditambah lagi 71/2 tahun sebagai pengganti cambuk. Tersangka tidak dapat dicambuk karena usianya di atas 50 tahun.
"Ini adalah kasus pelecehan seksual terburuk yang muncul di pengadilan hingga saat ini, baik berdasarkan durasi pelanggaran dan sifat dari tindakan yang melanggar," ujar DPP Boppana.
Pria itu menyewa kamar bersama keluarga korban pada 1990 sebelum menikah dengan ibunya pada 1999.
Korban dan adik laki-lakinya memiliki kamar tidur sendiri-sendiri, dan ibunya sering tidur di kamar tidur di sisi lain dari flat. Kamar tidur utama berada di sebelahnya sehingga pria itu bisa masuk ke kamarnya tanpa terlihat.
Salah satu pelanggaran terjadi pada tahun 1999 ketika dia berada di kelas 6 SD dan membutuhkan bantuan untuk memasukkan supositoria untuk sembelit.
Karena ibunya tidak ada, korban bertanya kepada ayah tirinya yang kemudian mengambil kesempatan untuk menganiaya dan menelanjangi korban.
Kemudian di tahun 2003, pria itu berbaring di atas korban dan melakukan gerakan. Ketika korban sadar, ia langsung mendorong pria itu karena takut akan memperkosanya.
Pelecahan yang berkelanjutan
Pelecehan terus berlanjut dan pada tahun 2013, dia menceritakan kepada adik laki-lakinya, yang menyarankan agar ia mengunci pintu kamarnya.
Pria itu masih masuk karena kunci pintunya rusak. Ketika kunci diganti pada akhir 2016, pelecehan berhenti untuk sementara waktu.
Pada 21 Februari 2017, pria itu menggunakan kunci cadangan untuk memasuki kamarnya saat mereka sendirian di dalam flat.
Korban mengalami penganiayaan selama hampir 40 menit, dan kemudian korban mengirim sms kepada saudara laki-lakinya yang mengatakan bahwa dia takut dan ingin mati.
Pria itu berhenti menganiayanya setelah temannya, yang juga dia kirimi SMS, memanggilnya. Korban menghabiskan malam di tempat temannya dan membuat laporan polisi dua hari kemudian.
Sebuah laporan kejiwaan mengungkapkan korban memiliki gejala gangguan stres pascatrauma dan depresi.
DPP Boppana mengatakan korban khawatir tidak ada yang percaya dia atau ibunya akan menyalahkannya, dan mengira satu-satunya jalan keluarnya adalah bunuh diri.
Dia mengalami mimpi buruk yang terus-menerus, bangun karena takut ayah tirinya menyentuhnya, dan masih menghindari hubungan dengan pria lain.
"Korban tidak akan pernah bisa mendapatkan kembali masa kanak-kanaknya yang hilang atau kepolosan terdakwa yang telah begitu najis, juga tidak akan terbebas dari luka emosional dan psikologis yang bertahan lama," kata DPP Boppana.
Sebagai upaya mitigasi, pengacara pria itu, Wee Hong Shern, mengutip pengakuan kliennya dan mengatakan bahwa pelanggaran itu adalah satu-satunya kesalahannya.
Menjalani penjara enam tahun dan 10 bulan, dia mengatakan pria itu juga menjadi korban pelecehan seksual ketika dia masih muda.
Hakim Kaur menunda keputusannya tentang hukuman untuk pria tersevyr. Kasus ini ditunda hingga 1 Desember.