Suami Meninggal saat Anak Kena Covid-19, Kisah Ketegaran Ibu Ini Viral

Kamis, 15 Oktober 2020 | 15:16 WIB
Suami Meninggal saat Anak Kena Covid-19, Kisah Ketegaran Ibu Ini Viral
Ilustrasi pasien anak dirawat di rumah sakit. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Seorang dokter menceritakan perjuangan seorang ibu dari salah satu pasiennya. Ibu itu harus kehilangan suami di saat anaknya tengah membutuhkan pertolongan di rumah sakit.

Dokter anak bernama Citra Cesilia itu mengungkapkan cerita tersebut melalui unggahan sosial medianya.

Seorang ibu dari pasien anak yang terpapar virus corona membuatnya takjub. Pasalnya, ia tetap sabar menunggui anaknya yang telah dirawat selama 23 hari di rumah sakit

"Kondisi pasiennya up and down, sejak awal butuh ruang intensif tapi sayang masih penuh. Giliran tersedia pasiennya membaik, terus ruangannya dikasih ke pasien lain, eh pasiennya memburuk," cerita dokter Citra.

Baca Juga: Pentingnya Dukungan Psikososial Bagi Pasien Covid-19 Anak

Pasien anak tersebut juga harus berjuang menahan sakit BAB berdarah yang menyertai penyakitnya.

"Sejak kemarin pasien ini BAB berdarah, merah segar keluar dari anus karena ada hemorrhoid yang pecah. Rencana tranfusi PRC 2 kantong, tapi cuma tersedia 2 kantong," lanjut dokter Citra bercerita.

Karena kesulitan mencari donor darah, ibu dari pasien anak itu ikut mencarinya ke luar rumah sakit.

Di tengah perjuangan mencari bantuan untuk anaknya itu, ia mendapat kabar bahwa suaminya meninggal dunia.

Ibu itu lantas meneleponnya untuk meminta tolong agar menjauhkan anaknya dari ponsel/

Baca Juga: Pulang dari Luar Kota, Dokter Anak di Pekanbaru Kena Covid-19

"Saya takut dia buka-buka HP, ayahnya meninggal dok barusan. Saya takut dia drop dengar berita ini," begitu kata si Ibu kepada dokter Citra.

Ketika ia melihat si Ibu berada di selasar rumah sakit, dokter Citra menghampirinya. Begitu melihat dokter di situ, Ibu tersebut langsung berkata apakah ponsel anaknya sudah diamankan atau belum.

"Saya takut anak saya menyusul ayahnya," kata Ibu tersebut.

Seketika dokter Citra memegang pundak Ibu tersebut. Ia salut dengan ketegaran perempuan tersebut yang tidak histeris dan menangis ketika mengetahui suaminya meninggal di saat anaknya sakit keras.

Namun, begitu hari itu ia memegang pundaknya, Ibu tersebut baru meneteskan air mata.

"Nangis sampai tiba-tiba meluk gue. Dalam hati gue ini pasti dari tadi menahan semuanya, rasa sakit, rasa takut, rasa marah, semuanya," tulis dokter Citra.

Ia mengenang kala pertama kali bertemu Ibu tersebut di rumah sakit. Perempuan itu memaklumi ketika anaknya tidak bisa masuk ICU yang penuh, yang penting baginya, anaknya bisa segera mendapat pengobatan.

"Gue enggak pernah dengar dia mempertanyakan "kenapa anak saya yang kena? Kenapa saya yang dikasih ujian ini?" Enggak pernah," kisah dokter Citra.

Bahkan, dokter itu sampai menengar selentingan komentar orang yang mengatakan bahwa Ibu itu cuek sekali pada anaknya.

"Beberapa hari ketika anaknya dirawat, gue baru dengar ternyata ibu ini masih harus tetap kerja saat anak dan suaminya sakit, jadi emang kayak enggak ada waktu untuk bersedih," jelas dokter Citra.

Ia lantas mengingat nasihat orangtuanya soal ungkapan "air mata bukan untuk orang miskin".

"Ungkapan itu artinya bukan orang miskin boleh tapi karena sangat beratnya hidup mereka sampai mereka enggak punya waktu untuk bersedih lama-lama," dia menjelaskan.

Tak lama setelah tangisnya, Ibu dari pasien anak itu bertanya apakah anaknya sudah bisa dipindahkan ke ICU atau belum. Dia meminta izin untuk pulang mengurus pemakaman suaminya.

Beruntung, setelah 23 hari dirawat, anaknya akhirnya mendapat ruangan ICU.

"23 hari dia dirawat, selalu enggak kebagian ICU. Karena tahu kan bagaimana rebutannya. Tiba-tiba hari ini semua dilancarkan. ICU ada, langsung acc, dia dapat donor darah, kayak semua dimudahin aja begitu. Jelas ini bukan kerjaan manusia, tapi Allah yang punya kuasa," ungkap dokter anak itu.

Pada Minggu (11/10/2020) lalu, pasien anak itu dikabarkan meninggal dunia. Kontan hal itu membuat dokter tersebut khawatir dengan Ibu pasiennya.

Ia melihat Ibu itu sedang duduk di selasar rumah sakit dengan mata bengkak dengan ditemani salah sati keluarga pasien lain.

"Iya, yang lain. Karena ibu itu beneran sendiri. Enggak ada keluarga yang mau datang karena takut tertular. Ibu itu lihat gue datang langsung meluk. Nangis kejer, kami menangis bersama maghrib itu," kisah dokter Citra.

Selama 23 hari, dokter Citra mengaku dibuat salut dengan perjuangan Ibu pasien tersebut.

Ia berpesan agar semangat dan perjuangan Ibu itu untuk keluarganya bisa memotivasi orang lain agar lebih kuat menjalani rintangan hidup.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI