Aparat Banting Anak-anak dan Aniaya Ibunya, Komnas HAM Surati Gubernur NTT

Kamis, 15 Oktober 2020 | 11:57 WIB
Aparat Banting Anak-anak dan Aniaya Ibunya, Komnas HAM Surati Gubernur NTT
Konflik Agraria NTT, komunitas adat Besipae jadi korban. (Twitter/@BPANusantara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komnas HAM RI mengecam keras tindakan kekerasan yang kembali dilakukan aparat keamanan terhadap warga Desa Pubabu, Besipae, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur pada Rabu (14/10/2020) kemarin.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengaku sudah melayangkan surat protes kepada Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat agar menyelesaikan masalah dengan cara manusiawi.

"Kami mengecam keras kekerasan yang dilakukan oleh aparat Pemprov NTT, hari ini Komnas HAM mengirim surat protes keras kepada Gubernur NTT terkait peristiwa yang ada," kata Beka Ulung saat dihubungi Suara.com, Kamis (15/10/2020).

Menurut Beka, sejak tahun 2009, Komnas HAM RI telah menangani kasus konflik lahan di Pubabu-Besipae tersebut dan telah mengeluarkan rekomendasinya kepada Pemprov NTT pada tahun 2012, namun hingga kini kekerasan masih terus terjadi.

Baca Juga: Komnas HAM: Jokowi Harus Jamin Hak Warga Terdampak Sirkuit MotoGP Mandalika

"Meminta penyelesaian sengketa masyarakat adat Pubabu sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM," ucapnya.

Sebelumnya, sebuah video berdurasi 2 menit 50 detik viral di media sosial menampilkan seorang ibu dipukul hingga pingsan dan anak-anak dibanting oleh orang-orang berpakaian preman yang diduga dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

Tujuan rombongan aparat, warga luar dan preman adalah ingin melakukan penghijauan, yaitu menanam lamtoro di lahan yang bermasalah. Rombongan tersebut ditolak warga Pubabu-Besipae karena sengketa lahan Pubabu belum mendapatkan titik temu.

Pengacara Masyarakat Adat Pubabu, Akhmad Bumi menyebut akibat kejadian ini seorang ibu Demaris Tefa (48) dibanting oleh aparat hingga pingsan.

"Tampak suasana mencekam di Besipae pad Rabu 14 Oktober pukul 11.48 WITA seperti rekaman video yang beredar, sejumlah preman bertato dikerahkan ke lokasi. Benturan tidak dapat dihindari dan berakibat seorang ibu Demaris Tefa dicekik, dibanting, lehernya terluka hingga pingsan," kata Akhmad Bumi dalam keterangannya.

Baca Juga: Komnas HAM Singgung Pernyataan Airlangga: Tidak Mengubah Keadaan Lebih Baik

Selain Demaris, ada pula Debora Nomleni (Perempuan/19) tangannya di putar sampai keseleo, Garsi Tanu (laki-laki/10) ditarik-tarik dan Novi (15) dibanting dan ditendang sampai badannya penuh dengan lumpur serta Marlin didorong sampai jatuh.

Pengeroyokan ini sudah dilaporkan ke Polda NTT dengan nomor laporan LP/B/418/X/RES.1.24./2020/SPKT pada 15 Oktober 2020.

"Demi keadilan dan mempertahankan hak-haknya, mereka puluhan orang rela ke Kupang dan tiba di rumah sekira pukul 02.00 WITA dini hari. Dan menuju Polda NTT untuk melapor kejadian penganiayaan tersebut pada dini hari juga beberapa jam yang lewat," jelasnya.

Konflik antara Masyarakat adat Pubabu dan pemerintah Provinsi NTT, berawal dari pelaksanaan proyek percontohan intensifikasi peternakan.

Proyek ini merupakan kerjasama antara Pemerintah Provinsi NTT dengan Pemerintah Australia. Konflik lahan ini sudah berlangsung sejak 1982.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI