Suara.com - Komunitas adat Besipae di Desa Linamnutu, Kecamatan Amanuban Selatan, NTT tengah menghadapi represifitas aparat yang disokong oleh kekuasaan.
Berdasarkan laporan yang dihimpun Suara.com, komunitas adat Besipae menolak tawaran perpanjangan izin pinjam pakai lahan di kawasan hutan adat Pubabu.
Pasalnya, selama 25 tahun hutan tersebut digunakan sebagai areal proyek peternakan sapi, imbas dari kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan sebuah perusahaan asal Australia.
Alasan mendasarnya, komunitas adat Besipae ingin mengembalikan hutan adat Pubabu ke fungsi awalnya sebagai areal Nais Kio atau kawasan hutan larangan.
Baca Juga: Demo Tolak Omnibus Law di Jakarta Ricuh, Polisi Tembakan Gas Air Mata
Nais Kio sendiri adalah bentuk konservasi hutan secara tradisional masyarakat adat Besipae berlandaskan kearifan lokal.
Setelah bertahun-tahun mempertahankan hutan adat, kabar terbaru yang menyedihkan datang dari komunitas adat Basipae.
Sejumlah video yang memperlihatkan masyarakat adat tersebut tengah dianiaya aparat gabungan beredar di lini masa media sosial salah satunya diunggah oleh akun Twitter @BPANusantara.
"Kejadian di Besipae tadi sore, Pol PP bersama preman menganiaya ibu-ibu dan anak-anak yang tinggal di lokasi. Cek kewarasan negara!" tulis pengelola akun tersebut, Rabu (14/10/2020).
Di unggahan lainnya, pemilik akun @HermanEfTanouf menjelaskan kronologi kejadian memilukan tersebut secara lebih lengkap.
Baca Juga: Tenaga Kesehatan dan TNI-Polri Jadi Prioritas Pertama Vaksin Covid-19
"Masyarakat Pubabu, Timor Tengah Selatan kembali dihadapkan pada tindakan represif oknum aparat dan Pemprov NTT pada Rabu, 14 Oktober 2020," tulisnya.
Menurutnya, video tersebut direkam warga setempat kemudian disebarluaskan melalui akun Facebook Front Mahasiswa Nasional (FMN).
Kronologi awalnya, menurut FMN, pukul 11:48 WITA, rombongan pemprov NTT, warga dari luar, POL PP, TNI, POLRI serta orang bertato (masyarakat menduga sekelompok preman) datang ke lokasi konflik Pubabu-Besipae.
Rombongan tersebut berdalih ingin melakukan penghijauan-menanam lamtoro di lahan yang bermasalah.
Aksi itu kemudian mendapat penolakan dari warga Pubabu-Besipae karena masalah hutan (lahan) Pubabu belum menemukankan titik temu.
Selain itu, alasan pandemi corona juga menjadi dasar penolakan warga karena rombongan yang datang berjumlah sekitar 200an orang.
Kemudian pada pukul 13.00 WITA, terjadi keributan antara masyarakat dan aparat, hingga terjadi tindakan represif terhadap masyarakat, terutama ibu-ibu dan anak-anak.
Terkait dengan viralnya video penganiayaan tersebut, FMN menyertakan tanggapan dari Pemprov NTT melalui Plt. Badan Pendapatan dan Aset Daerah Welly Rohi Mone.
"Mereka seperti sinetron saja yang mau kejar tayang,” kata Welly seperti dilansir NTT Terkini menurut @HermanEfTanouf.
Video selengkapnya di sini.