Suara.com - Kasus pelecehan seorang ayah terhadap anak tirinya di Singapura akhirnya terbongkar. Praktik bejat itu ternyata telah dilakukan tersangka selama lebih dari 20 tahun.
Menyadur Channel News Asia (CNA), Rabu (14/10/2020), pelecehan yang telah berlangsung sejak putri tirinya berusia 7 tahun itu terungkap setelah korban melapor ke polisi.
Pengadilan memaparkan bahwa korban selama ini bungkam terhadap pelecehan yang menimpanya lantaran takut ibu dan keluarganya tidak dapat suplai finansial dari tersangka.
"Dia telah pasrah pada kesulitannya dan percaya satu-satunya jalan keluarnya adalah mengakhiri hidupnya atau menunggu sampai dia berusia 35 tahun untuk pindah ke flatnya sendiri," kata Wakil Jaksa Penuntut Umum Sruthi Boppana.
Baca Juga: Beraninya! Wakapolres Lecehkan Istri Siri Polisi saat Bikin SIM
Sebelum melapor ke pihak berwenang, korban dilaporkan telah berusaha untuk lepas dari tindakan bejat sang ayah tiri sejak 2013 silam.
Saat itu, dia memberanikan diri untuk melaporkan kejadian tersebut kepada saudara laki-lakinya. Sang kakak menyarankan agar korban mengunci pintu kamar saat tidur.
Frekuensi pelecehan seksual dari sang ayah tiri sempat menurun saat korban mempraktikan untuk mengunci kamarnya setiap kali dia berada di dalam rumah.
Namun, ayah tirinya kadang-kadang masih bisa masuk ke kamar tidur dengan mendobrak pintu hingga kuncinya rusak.
Saat kunci diganti, korban menyimpan kunci tersebut, namun ia tidak tahu bahwa ayah tirinya memiliki kunci cadangan.
Baca Juga: Perwira Polisi di Sulsel Diduga Lecehkan Istri Orang, Jabatan Dicopot
Pada Februari 2017, ibu korban dirawat di rumah sakit karena terkena batu empedu dan korban pulang bersama ayah tirinya.
Dia pergi ke kamar tidurnya dan mengunci pintu, tetapi pria itu mencoba masuk ke kamarnya dengan kuncinya sendiri malam itu.
Tersangka tetap melakukan pelecehan seksual meski korban telah menolak. Sang ayah tiri justru berkata dia hanya ingin "menyentuh sedikit'.
Atas dorongan saudara laki-lakinya, korban kemudian pergi ke rumah teman perempuannya, bermalam, dan curhat terkait masalah tersebut.
Dari percakapan dengan teman perempuannya lah korban memiliki keberanian untuk melaporkan pelecehan seksual itu ke polisi.
Departemen Kedokteran Psikologi Rumah Sakit Umum Chang megatakan bahwa prilaku bejat dan kenangan buruk yang tertanam di memori sedari kecil membuat korban mengalami depresi.
"Peristiwa ini akan ada dalam diri saya selamanya ... Saya merasa kotor dan jijik pada diri saya sendiri," kata Wakil Jaksa Penuntut Umum Sruthi Boppana mengutip kata-kata korban.
"Saya hanya menunggu saya mati agar saya dapat melarikan diri dari masa lalu dan memulai kembali hidup saya melupakan semua kenangan kotor itu."
Tersangka yang kini berusia 66 tahun mengaku bersalah dalam persidangan Senin (12/10/2020), atas lima dakwaan penganiayaan, dengan sembilan dakwaan lainnya dipertimbangkan.
Wakil Jaksa Penuntut Umum Sruthi Boppana pada Rabu (14 Oktober) meminta hukuman maksimal 10 tahun penjara dan tambahan tujuh setengah bulan penjara sebagai pengganti cambuk.
"Fakta-fakta dari kasus ini belum pernah terjadi sebelumnya," kata Sruthi.
"Ini adalah kasus pelecehan seksual terburuk yang melibatkan tindakan penghinaan kesopanan yang muncul di hadapan Pengadilan hingga saat ini, baik berdasarkan durasi pelanggaran."