Suara.com - Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono mengatakan bahwa uji klinis fase III terhadap vaksin Covid-19 buatan perusahaan China, Sinovac yang dilakukan oleh Universitas Padjajaran dan Bio Farma di Bandung merupakan penelitian asal-asalan.
Pandu menilai hasil uji klinis vaksin tersebut tidak akan akurat sebab hanya disuntikkan kepada populasi yang kecil di Jawa Barat, sementara Indonesia memiliki populasi sekitar 270 juta jiwa.
"Menurut saya studi yang di Bandung itu ecek-ecek, sampelnya cuma 1.620 (orang) untuk vaksin, untuk menguji di populasi itu butuh 30-50 ribu (orang), jadi saya mempertanyakan kok bisa hanya 1.620 (orang)," kata Pandu dalam diskusi CSIS Indonesia, Rabu (14/10/2020).
Menurut Pandu, sebuah uji klinis tahap III harus memiliki dasar perhitungan yang jelas sebelum dinyatakan layak disuntikan ke seluruh rakyat Indonesia.
Baca Juga: Sepi Job, LC Karaoke Lakukan Ini untuk Makan dan Bayar Indekos
"Studi itu kan harus punya power untuk mendeteksi perbedaan, harus memperhitungkan berapa sampel yang dibutuhkan," jelasnya.
Diketahui, vaksin buatan perusahaan biofarma China Sinovac Biotech Ltd itu kini sudah memasuki bulan ketiga dalam masa uji klinis fase III sejak disuntik pertama kali pada 11 Agustus 2020 lalu.
Sebanyak 1.620 relawan vaksin disiapkan di Bandung untuk disuntikkan oleh Fakultas Kedokteran Unpad dan Bio Farma melalui proses seleksi pengujian imunogenitas (respon imun) dan efikasi (respon dalam melawan virus) melalui tes darah.
Jika lolos uji klinis fase III, vaksin Sinovac akan segera didaftarkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan dan diproduksi massal oleh PT Bio Farma pada Januari 2021 dengan target produksi 250 juta dosis vaksin per tahun.
Baca Juga: Dapat Jatah Vaksin Covid-19, Pemkab Bogor Akan Prioritaskan Ini