Demo Chaos, Tengku: Kalian Polisi Bukan Tukang Pukul Rezim

Siswanto Suara.Com
Rabu, 14 Oktober 2020 | 07:48 WIB
Demo Chaos, Tengku: Kalian Polisi Bukan Tukang Pukul Rezim
Ilustrasi gas air mata (Foto: Aziz Ramdani)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Demonstrasi menentang Undang-Undang Cipta Kerja yang dilakukan kelompok Aliansi Nasional Anti Komunis NKRI serta sejumlah elemen masyarakat di sekitar Patung Kuda, Jakarta Pusat, kemarin diwarnai benturan antara sekelompok orang dan aparat keamanan.

Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Tengku Zulkarnain mengkritik tindakan aparat yang menurutnya tidak perlu sampai menggunakan gas air mata untuk menanggapi massa. Menurut dia, demonstrasi merupakan hak warga negara. 

"Polisi tidak perlu menembakkan gas air mata pada demonstran di Jakarta. Mereka punya hak demo dilindungi UUD 1945. Dan kalian polisi bukan pula tukang pukul rezim. Muhammadiyah sudah minta secara resmi UU omnibus law dicabut. Saya bersama Muhammadiyah minta hal yang sama," kata Tengku.

Lantas, Tengku mengunggah tautan video yang berisi pernyataan Presiden Joko Widodo (pernyataannya dulu) yang tidak setuju dengan tindakan keras aparat kepada masyarakat yang tengah menyampaikan aspirasi. Ketika itu, Jokowi menekankan UU memerintahkan kepada negara untuk melindungi rakyatnya.  

Baca Juga: Kini Bagaimana dengan Visi Indonesia Emas Jokowi?

"Pak polisi dengarkan pidato bapak yang kini jadi Presiden RI yakni Pak Jokowi. Memukuli rakyat pendemo itu tindakan keleru dan melanggar undang-undang. Apalagi menembakkan gas air mata di kerumunan pendemo wanita, mahasiswa, dan pelajar. Dengarkan baik-baik pidato beliau. resapi," kata Tengku.

Siapa sesungguhnya yang memicu chaos?

Usai terjadi chaos di sekitar Patung Kuda, Wakil Sekretaris Jenderal Persaudaraan Alumni 212 Novel Bamukmin kemarin kepada Suara.com mengatakan orang-orang anarki itu bukan dari Aliansi Nasional Anti Komunis NKRI. Orang-orang itu, kata Novel, merupakan kelompok lain yang dia juga tidak tahu darimana asalnya.

Sebelum terjadi chaos, kelompok Anak NKRI yang aksi menolak Undang-Undang Cipta Kerja sudah membubarkan diri lebih cepat dari agenda semula jam 17.00 WIB. Mereka lebih cepat bubar untuk mengantisipasi pihak yang ingin menunggangi aksi.

Di lokasi kejadian, Kapolda Metro Inspektur Jenderal Nana Sudjana menyebut orang-orang anarki itu "anak-anak anarko."

Baca Juga: Polisi Masih Jaga-jaga, Siapa Sebenarnya Perusuh Sekitar Patung Kuda?

Polisi dan elemen masyarakat yang menyampaikan aspirasi, kata Nana, sudah berkoordinasi dan mereka menyepakati aksi yang dimulai jam 13.00 WIB bubar jam 16.00 WIB. "Anak-anak anarko inilah kemudian bermain," kata Nana di lokasi.

Kelompok anarko adalah kumpulan orang yang membuat kekacauan. Kelompok ini juga sering disebut polisi dalam aksi-aksi berujung chaos sebelumnya.

Demonstrasi kemarin siang campur baur berbagai elemen masyarakat. Dari kelompok Anak NKRI (yang terdiri dari 120 ormas) berjumlah sekitar enam ribu orang. Sementara ada dua ribu orang lagi dari kelompok yang berbeda.

"Ada kurang lebih 600-an mereka berupaya memprovokasi awalnya kita bertahan tidak terpancing, tapi mereka terus melempari kemudian dalam kondisi itu kami melakukan pendorongan dan penangkapan," kata dia.

Mengenai siapa sebenarnya yang menciptakan chaos tadi, Novel menyerahkan soal itu kepada pihak berwajib. Dia yakin ada yang sedang bermain di tengah aksi tadi.

Novel tidak tahu apa tujuan dari aksi anarkis tadi. Dia mendesak polisi untuk menangkap provokator dan mengungkap motivasinya.

Sebelum berlangsung demonstrasi, polisi mengamankan sejumlah pemuda di beberapa tempat di Jakarta. Mereka diamankan karena mau ikut-ikutan demonstrasi. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI