Suara.com - Pakar Ekonomi Faisal Basri kembali angkat bicara soal polemik UU Omnibus Law Cipta Kerja yang menuai banyak kontra. Faisal Basri sendiri berulang kali menyuarakan ketidaksetujuannya atas UU yang disahkan DPR pada Senin (5/10/2020) lalu ini.
Lewat jejaring Twitter pribadinya, Faisal Basri melempar tanya apakah Omnibus Law sebegitu berarti untuk Indonesia. Apakah tanpa Omnibus Law Indonesia akan runtuk dengan sendirinya.
Pasalnya, sejauh ini DPR dan Pemerintah bersikeras untuk melanggengkan keberadaan UU yang banyak diprotes oleh masyarakat tersebut.
Faisal Basri pun menyayangkan sidang pleno yang menurutnya salah langkah. Sebab palu keputusan sudah diketok, tetapi substansi Omnibus Law masih direvisi.
Baca Juga: Polisi Buka Suara, Pendemo UU Cipta Kerja Ditembaki di Masjid Kwitang
"Omnibus Law Cipta Kerja (OLCK): sudah diketok di sidang pleno, substansi masih diutak-atik," kata Faisal Basri, Selasa (13/10/2020) malam.
"Apakah negeri ini akan ambruk tanpa OLCK?" tandasnya lanjut.
Sebelum ini, Faisal Basri menyoroti Draf UU Omnibus Law Cipta Kerja yang kerap kali berubah-ubah. Bahkan dalam sehari beredar dua draf UU Cipta Kerja yang berbeda, yakni 1035 halaman dan 812 halaman.
Menurutnya, hal tersebut bertentangan dengan sidang paripurna pengesahan.
"Apa artinya sidang paripurna pengesahan?" kata Faisal Basri.
Baca Juga: DOR...DOR...DOR! VIRAL Pendemo UU Cipta Kerja Ditembaki di Masjid Kwitang
Lebih lanjut lagi, Faisal Basri juga mengajak publik untuk tidak tergiring pembahasan per pasal. Namun mencermati konteks dari UU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut.
Faisal Bahri tidak ingin apabila masyarakat termakan dengan omongan oligarki. Sebab selama ini ada peraturan perundangan yang menurutnya cenderung memperkuat para penguasa.
"Soal Omnibus Law Cipta Kerja, jangan mau digiring pembahasan pasal per pasal. Cermati rohnya, bukan teks tetapi konteks dan upaya total memperkokoh oligarki," ujar Faisal Basri.
"UU KPK, UU Nomor 3 tentang Minerba, Perppu Nomor 1/2020, UU MK dan RUU Energi Terbarukan. Mungkin ada yang hendak menambahkan," imbuhnya menyebut UU yang berpihak kepada oligarki.