Suara.com - Satuan Tugas Penanganan Covid-19 sejauh ini mencatat sedikitnya 123 dari total 2.490 demonstran penolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja yang diperiksa menunjukkan hasil reaktif Covid-19.
Juru Bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito menyebut hasil ini merupakan akibat dari demonstrasi yang sulit untuk menerapkan protokol kesehatan.
"Ini adalah cerminan puncak gunung es dari hasil pemeriksaan yang merupakan contoh kecil saja bahwa virus ini dapat menyebar dengan cepat dan luas. Angka ini diprediksi akan meningkat dalam dua sampai tiga minggu ke depan," kata Wiku dalam konferensi pers dari Gedung BNPB, Jakarta, Selasa (13/10/2020).
Wiku memaparkan ke-123 demonstran reaktif Covid-19 itu diantaranya, 21 orang dari 253 di Sumatera Utara, 34 orang dari 1.192 demonstran di DKI Jakarta, 24 dari 650 demonstran di Jawa Timur.
Baca Juga: UU Cipta Kerja Disahkan, Bos BKPM: Pemerintah Siap Jadi Marketing Buat UMKM
Kemudian, 30 dari 261 demonstran di Sulawesi Selatan, 13 dari 39 demonstran di Jawa Barat, dan 1 dari 95 demonstran di Yogyakarta.
"Hasil testing demonstran di jawa tengah masih dalam tahap konfirmasi," sambungnya.
Satgas meminta pihak universitas menyiapkan tes dan tempat isolasi bagi mahasiswanya yang turun aksi agar pasien bisa dilacak dan ditanggulangi dengan baik.
"Kami imbau agar pihak universitas yang mahasiswa mengikuti kegiatan tersebut untuk melakukan identifikasi serta testing, bagi mahasiswa yang hasil testingnya reaktif agar segera ditelusuri kontak terdekatnya atau tracing, sediakan juga tempat isolasi," ucapnya.
Selain universitas, Satgas Covid-19 juga meminta perusahaan untuk membuat satgas internal untuk juga melakukan upaya 3T, yakni testing, tracing, treatment terhadap buruh dengan berkoordinasi Dinas Kesehatan setempat.
Baca Juga: Ketua DPRD DKI: Silakan Demo, Tapi Jangan Anarkis
Diketahui, berbagai elemen masyarakat sipil mulai dari pelajar, mahasiswa, masyarakat adat, kelas pekerja, para guru, hingga tokoh agama juga secara tegas menyatakan sikap menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Forum Rektor Indonesia menyayangkan pengesahan UU Cipta Kerja dilakukan di masa pandemi karena UU tersebut kontroversial dan sudah pasti menimbulkan demonstrasi besar.
"Di saat masih tajamnya perbedaan pendapat di kalangan masyarakat dan suasana pandemi Covid-19. Akibatnya berbagai aksi penolakan pengesahan UU Cipta Kerja bermunculan," kata Ketua FRI, Arif Satria, Senin (12/10/2020).
Sementara Koordinator Pusat Aliansi BEM Seluruh Indonesia Remy Hastian menilai Presiden Joko Widodo sebenarnya memiliki kuasa untuk menemui para demonstran dan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangan (Perppu) untuk menghentikan kerumunan, namun Jokowi lebih memilih menghadang pendemo dengan aparat kepolisian.
"Meminta rakyat untuk melakukan uji materi ke MK di tengah nyatanya penolakan dari berbagai elemen adalah sebuah bukti bahwa Presiden tidak mengakomodir kepentingan rakyat, melainkan hanya memuluskan kepentingan sebagian pihak yang diuntungkan oleh UU tersebut," kata Remy dalam keterangannya, Senin (12/10/2020).
Gelombang demonstrasi penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja ini diprediksi akan terus terjadi di beberapa daerah sejak 6 oktober lalu hingga saat ini.