Suara.com - Satuan Tugas Penanganan Covid-19 memprediksi penambahan pasien positif Covid-19 akibat gelombang demonstrasi penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja akan mulai terlihat dalam waktu dua pekan ke depan.
Juru Bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan penularan pasti akan terjadi di tengah kerumunan demonstran yang tidak menerapkan protokol kesehatan.
"Diprediksi akan meningkat dalam dua sampai tiga minggu ke depan karena peluang adanya penularan covid-19 dari demonstran yang positif covid-19 ke demonstran lainnya," kata Wiku dalam konferensi pers dari Gedung BNPB, Jakarta, Selasa (13/10/2020).
Oleh sebab itu, dia meminta pihak universitas yang mahasiswa turun aksi harus menyiapkan tes dan tempat isolasi agar pasien bisa dilacak dan ditanggulangi dengan baik.
Baca Juga: Empat Anggota KAMI di Medan Ditangkap, Proposal Deklarasi Jadi Barang Bukti
"Kami imbau agar pihak universitas yang mahasiswa mengikuti kegiatan tersebut untuk melakukan identifikasi serta testing, bagi mahasiswa yang hasil testingnya reaktif agar segera ditelusuri kontak terdekatnya atau tracing, sediakan juga tempat isolasi," ucapnya.
Selain universitas, Satgas Covid-19 juga meminta perusahaan untuk membuat satgas internal untuk juga melakukan upaya 3T, yakni testing, tracing, treatment terhadap buruh dengan berkoordinasi Dinas Kesehatan setempat.
"Satgas ini dapat berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk melakukan skrining bagi buruh yang mengikuti aksi," sambungnya.
Diketahui, berbagai elemen masyarakat sipil mulai dari pelajar, mahasiswa, masyarakat adat, kelas pekerja, para guru, hingga tokoh agama juga secara tegas menyatakan sikap menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Forum Rektor Indonesia menyayangkan pengesahan UU Cipta Kerja dilakukan di masa pandemi karena UU tersebut kontroversial dan sudah pasti menimbulkan demonstrasi besar.
Baca Juga: Demo Omnimbus Law, Polri Tetapkan Lima Anggota KAMI Tersangka Kasus UU ITE
"Di saat masih tajamnya perbedaan pendapat di kalangan masyarakat dan suasana pandemi Covid-19. Akibatnya berbagai aksi penolakan pengesahan UU Cipta Kerja bermunculan," kata Ketua FRI, Arif Satria, Senin (12/10/2020).
Sementara Koordinator Pusat Aliansi BEM Seluruh Indonesia Remy Hastian menilai Presiden Joko Widodo sebenarnya memiliki kuasa untuk menemui para demonstran dan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangan (Perppu) untuk menghentikan kerumunan, namun Jokowi lebih memilih menghadang pendemo dengan aparat kepolisian.
"Meminta rakyat untuk melakukan uji materi ke MK di tengah nyatanya penolakan dari berbagai elemen adalah sebuah bukti bahwa Presiden tidak mengakomodir kepentingan rakyat, melainkan hanya memuluskan kepentingan sebagian pihak yang diuntungkan oleh UU tersebut," kata Remy dalam keterangannya, Senin (12/10/2020).
Gelombang demonstrasi penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja ini diprediksi akan terus terjadi di beberapa daerah sejak 6 oktober lalu hingga saat ini.