Rencanakan Bom Bunuh Diri, WNI Istri Terduga Teroris Ditangkap di Filipina

Erick TanjungBBC Suara.Com
Selasa, 13 Oktober 2020 | 13:30 WIB
Rencanakan Bom Bunuh Diri, WNI Istri Terduga Teroris Ditangkap di Filipina
Ilustrasi terorisme. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah Filipina mengatakan istri terduga teroris asal Indonesia, Andi Baso, yang tengah hamil, merencanakan melakukan aksi bom bunuh diri setelah melahirkan.

Kepala Kepolisian Filipina, Jenderal Polisi Camilo Pancratius Cascolan mengatakan Senin (12/10), Nana Isirani alias Rezky Fantasya Rullie alias Cici tengah hamil lima bulan dan masih berada di Sulu, Filipina selatan.

"Dia masih di (provinsi) Sulu. Kami masih harus mendapatkan hasil kewarganegaraannya, dan pada saat yang sama, kami masih harus mengambil beberapa informasi karena tentu saja itu bagian dari prosedur, dan kami harus menjaga kesehatan fisiknya,'' kata Cascolan dalam siaran pers.

Dilansir dari BBC News Indonesia—jaringan Suara.com, sebelumnya, pejabat militer setempat menyebut Nana S. Isirani alias Rezky Fantasya Rullie alias Renzy Fantasya Rullie alias Cici sebagai warga negara Indonesia.

Baca Juga: Filipina Tangkap Perempuan WNI: Rencanakan Bom Bunuh Diri di Kota Selatan

Pejabat militer setempat juga mengatakan Cici berencana melakukan aksi bom bunuh diri di Kota Zamboanga sebagai balas dendam atas kematian suaminya, Andi Baso.

Cici ditangkap bersama dengan dua perempuan lainnya yang teridentifikasi sebagai Inda Nhur dan Fatima Sandra Jimlani Jama.

Ketiganya diyakini sebagai istri dari anggota kelompok Abu Sayyaf yang ditangkap di Barangay San Raymundo di Jolo, Sulu, Sabtu (10/10).

Konsul jendral Indonesia di Filipina menyatakan masih kesulitan mendeteksi identitas "Cici" sebagai WNI karena masih belum mendapat akses wawancara langsung.

Sebelumnya, pemerintah Filipina juga menyebut dugaan dua perempuan WNI lain yang terlibat aksi teror.

Baca Juga: Kreatif, Bermodalkan HP Pria Ini Ciptakan Foto Ala Fotografer Profesional

Di Indonesia, sebuah laporan menyebutkan perempuan yang ditahan karena terlibat aksi teroris meningkat delapan kali lipat dalam lima tahun terakhir.

Menyita bahan peledak

Pejabat Filipina mengatakan dalam penangkapan Cici tersebut, petugas menyita dua pipa tabung, satu batere 9V, satu tombol saklar, satu kabel yang diduga untuk detonator, satu klip batere, dan satu rompi.

Kekuatan bom yang diperkirakan sama kuat dengan ledakan bom bunuh diri di dua lokasi pada 24 Agustus lalu di Filipina.

Cici juga disebut sebagai istri dari Andi Baso alias Amin Baso yang tewas dalam baku tembak pasukan keamanan Filipina, akhir Agustus. Rencana aksi Cici ini diduga untuk membalas dendam kematian suaminya.

Respon KJRI di Davao, Filipina

Sementara itu, Konsul Jenderal RI di Kota Davao, Filipina, Dicky Fabrian mengatakan pihaknya masih belum dapat memastikan Cici berkewarganegaraan Indonesia, karena belum diberi akses aparat keamanan setempat untuk bertemu dengan Cici.

"Kita tak punya dokumen yang lengkap atau dokumen yang kita miliki bahwa yang dikatakan aparat keamanan Filipin itu, atas nama Cici, itu betul-betul WNI.

"Jadi sampai sekarang kita tak punya data dukung, bahwa memang bersangkutan betul-betul WNI," kata Dicky kepada BBC News Indonesia, Senin (12/10).

Hal ini termasuk suami dari Cici yang disebut-sebut pejabat militer Filipina sebagai WNI.

"Nah, yang Andi Baso ini juga kita tidak punya dokumen bahwa Andi Baso adalah betul-betul WNI.

"Jadi, tadi saya sudah bilang kemungkinan masuknya mereka ke Filipina, itu tidak melalui prosedur resmi," tambah Dicky.

Sejauh ini, kata Dicky, tantangan yang dihadapi perwakilan Indonesia di Filipina terkait pendataan karena mereka yang berniat 'jihad' di Filipina kemungkinan akan menghilangkan jejak identitas diri.

"Ini niatnya kan untuk jihad, jadi data mereka, kalau mereka datang itu mungkin sudah dihilangkan dengan sendirinya, jadi kesulitan kita untuk melakukan kroscek ke mereka, apalagi sampai saat ini kita belum dapat akases untuk bertemu," kata Dicky.

Perempuan WNI Diduga Terlibat Serangan Bom Bunuh Diri di Filipina?

Penangkapan Cici dan dua orang lainnya di Filipina menguak keterlibatan perempuan dalam serangan bom bunuh diri.

Dua bulan lalu, dua ledakan bom bunuh diri yang menewaskan 15 orang dan melukai 75 orang lainnya dilakukan oleh dua janda milisi kelompok Abu Sayyaf. Mereka teridentifikasi sebagai Nanah dan Inda Nay.

"Nah, sampai sekarang pemeriksaan DNA itu tidak pernah dilakukan," kata Konsul Jenderal RI di Kota Davao, Filipina, Dicky Fabrian.

Sebelum peristiwa ini, serangan bom juga dilakukan suami-istri, Ruille dan Ulfa dari Indonesia. Mereka meledakan diri di sebuah gereja di Jolo pada 27 Januari 2019, menyebabkan 22 orang meninggal dan 100 lainnya luka.

Keduanya sempat menjalani program deradikalisasi di Indonesia setelah dideportasi dari Istanbul, Turki, karena terlibat dengan kelompok ISIS.

Analis dari Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Dyah Ayu Kartika mengatakan keterlibatan perempuan dalam pelaku aktif teroris dimulai sejak ISIS menyasar kelompok ini pada 2014.

Tak seperti jaringan teroris lama, yaitu Al Qaeda dan Jemaah Islamiyah yang menempatkan perempuan sebagai pengelola keuangan dan perekrutan, tapi ISIS memberi ruang lebih besar untuk melakukan penyerangan.

"Karena itu, ada bahkan section khusus supaya perempuan mau ikut terlibat tidak hanya datang ke Suriah, tapi juga melakukan jihad di tempat masing-masing," kata Dyah kepada BBC News Indonesia, Senin (12/10).

Di Indonesia, pelibatan perempuan untuk mati di medan jihad dimulai dari kasus Dian Yuliana Novi yang berencana melakukan bom bunuh diri di Istana Presiden, Desember 2016.

Saat ini Dian masih mendekam di penjara Bandung setelah melahirkan anak pada 2017.

"Dari situ (kasus ini) mulai isu di mana perempuan terlibat tak hanya sebagai pelaku bom bunuh diri, tapi juga penyerang yang terlibat di training-training militer… dan perempuannya sendiri merasa akhirnya terfasilitasi, karena selama ini mereka terbatas, jihadnya itu," kata Dyah.

Berdasarkan riset IPAC, perempuan yang ditangkap karena terlibat aktif aksi terorisme meningkat setelah 2014.

Periode 2000 - 2014, hanya delapan perempuan yang ditangkap karena terkait aksi teroris.

Sementara periode 2014 - 2020, perempuan yang ditangkap meningkat empat kali lipat, yaitu 32 orang.

Terakhir yang ditangkap adalah L alias Ummu Syifa istri muda Ali Kalora, pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT).

Dia baru bergabung dengan MIT selama 23 hari saat ditangkap pada 29 Juli 2020 karena menyembunyikan informasi tentang MIT, tulis laporan IPAC.

Bagaimana kaitan jaringan teroris Indonesia-Filipina?

Riset IPAC menyebutkan Andi Baso, suami Cici yang tewas dalam baku tembak akhir Agustus lalu memiliki peran penting dalam penghubung jaringan teroris Indonesia-Filipina.

Andi merupakan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang terhubung dengan ISIS di Filipina.

Namun, kelompok JAD di sini, kata Dyah, cukup unik karena mungkin tidak saling terhubung.

"Karena JAD benar-benar file kecil, teman-teman sepermainan. Satu kompleks pesantren, sekolah, punya pandangan sama, mengaku sebagai JAD. Mereka tidak saling terhubung satu sama lain," katanya.

Hal ini dikuatkan pernyataan kepolisian, Andi Baso lihai merekrut orang.

Pria asal Makassar diyakini ikut mengatur perjalanan pasangan pelaku Rullie-Ulfah untuk melakukan aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral, Jolo, Filipina.

Di belakang Andi Baso masih ada Saefulah dan Novendri sebagai simpul antara kelompok JAD, MIT dan JAT termasuk penghubung jaringan di Filipina. Saefulah masih buron dan Novendri ditangkap pada Juli 2019 lalu.

"Jadi, ada beberapa upaya-upaya kerjasama dengan (jaringan) Filipina, dan itu udah lama sejak zaman JI, dan sekarang, makin ada karena dideclarekannya East Asia wilayah ISIS pusatnya di Filipina," kata Dyah.

Tren Perempuan Aksi Bom Bunuh Diri Akan Ditiru di Indonesia?

Menurut Dyah, aksi-aksi serangan teroris perempuan lebih banyak dilakukan Indonesia ketimbang Filipina.

Jaringan teroris perempuan di Indonesia lebih aktif. "Karena kalau rutenya lebih duluan di Indonesia, lebih aktif di Indonesia jaringannya," katanya.

Dyah menambahkan, Filipina sejak dulu menggunakan konsep ritual perang sabil.

Perang sabil ini adalah kebiasaan laki-laki teroris masuk ke wilayah non-muslim, lalu menyerang sampai meninggal.

"Itu dari zaman penjajahan Spanyol dulu, dan belakangan tidak terlalu dipakai oleh ISIS. Setelah 2017, pimpinan Abu Sayyaf diklaim Isnilon Hapilon itu meninggal, diganti sama Sawadjaan. Kayak mulai ada perubahan strategi," kata Dyah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI