Suara.com - Polisi Belarusia diizinkan menggunakan senjata tempur untuk menghalau demonstran anti-pemerintah yang dianggap semakin radikal, jika diperlukan.
"Protes, yang sebagian besar bergeser ke Minsk, telah menjadi terorganisir dan sangat radikal," jelas Kementerian Dalam Negeri dalam sebuah pernyataan, disadur dari Irish Times, Selasa (13/10/2020).
"Dalam hal ini, pegawai kementerian dalam negeri dan pasukan internal tidak akan meninggalkan jalan-jalan dan, jika perlu, akan menggunakan peralatan khusus dan senjata militer," tegas Kemendagri Belarusia.
Kepolisian Belarusia mengatakan, pihaknya telah menahan 713 orang yang diciduk pada aksi protes massal yang terjadi hari Minggu.
Baca Juga: Protes Semakin Menggila, Ini Suasana Belarusia Pasca Pemilihan Presiden
Saat aksi protes tersebut, pasukan keamanan menggunakan meriam air dan pentungan untuk membubarkan kerumunan menuntut pemilihan presiden baru.
Puluhan ribu warga Belarusia berdemonstrasi setiap akhir pekan sejak pemilu 9 Agustus di mana presiden Alexander Lukashenko dinyatakan sebagai pemenang.
Lawannya mengatakan hasil pemilu tersebut dipalsukan, namun Lukashenko membantah berbuat curang dalam pemungutan suara.
Sebagian besar pemimpin oposisi dan lawan Lukashenko melarikan diri ke luar negeri atau ditangkap.
Menteri luar negeri Uni Eropa pada Senin sepakat untuk memberikan sanksi kepada Lukashenko dan pejabat senior lainnya atas kasus Pemilu pada Agustus yang menurut pihak Barat dicurangi, dengan alasan kekerasan polisi yang memburuk terhadap pengunjuk rasa.
Baca Juga: Pilpres Belarusia Rusuh, Capres Penantang Menyelamatkan Diri ke Lituania
Dikutip dari CNN, Lukashenko harus menjadi bagian dari daftar sanksi baru oleh Uni Eropa, menteri luar negeri Jerman Heiko Maas mengatakan pada hari Senin sebelum mengikuti pertemuan di Luksemburg.
"Kami harus mengakui bahwa sejak pertemuan terakhir kami tidak ada yang membaik. Rezim Lukashenko terus melakukan kekerasan, kami masih melihat penangkapan demonstran damai," kata Maas.
"Saya mengusulkan untuk membuka jalan bagi paket sanksi lain, dan Lukashenko harus menjadi salah satu orang dalam daftar sanksi ini." tegasnya.
Pemimpin oposisi Svetlana Tikhanovskaya, yang sekarang berada di Lithuania, telah menyerukan pemilihan ulang dan agar semua tahanan politik dibebaskan.
"Kami akan terus berbaris dengan damai dan gigih dan menuntut apa yang menjadi milik kami: pemilihan ulang yang bebas dan transparan," tulis Tikhanovskaya di saluran Telegramnya pada hari Minggu.
Pihak Barat juga menolak hasil pemilu dan mempertimbangkan untuk mengadakan pemungutan suara ulang sebagai jalan keluar dari krisis yang terjadi.
"Ini adalah jawaban atas situasi yang berkembang di Belarusia," ujar kepala kebijakan luar negeri UE Josep Borrell, yang memimpin pertemuan para menteri UE di Luksemburg.
"Belum ada sinyal apa pun dari pihak berwenang Belarus untuk terlibat dalam percakapan apa pun," katanya, mengutip kurangnya kemauan dari Lukashenko untuk mempertimbangkan pembicaraan tentang penyelenggaraan pemilihan presiden yang bebas dan adil.
Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris dan Kanada telah memberlakukan sanksi terhadap sejumlah pejabat senior di Belarus yang dituduh melakukan penipuan dan pelanggaran hak asasi manusia setelah pemilihan presiden.