Kritik Aksi Intelektual Tolak UU Cipta Kerja, Dosen ini Panen Kecaman

Selasa, 13 Oktober 2020 | 10:52 WIB
Kritik Aksi Intelektual Tolak UU Cipta Kerja, Dosen ini Panen Kecaman
Mahasiswa memadati Jalan Diponegoro, Bandung. Mereka amenggelar aksi di depan Gedung DPRD Jawa barat (8/10/2020). [Suara.com/Aminuddin]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aksi Unjuk Rasa Menolak Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law pecah di berbagai kota. Demonstrasi ini tak hanya diikuti oleh kalangan buruh saja, tetapi juga para intelektual seperti pelajar dan mahasiswa. Mereka turun ke jalan guna memprotes UU Cipta Kerja yang dirasa tak memihak rakyat biasa.

Dosen Fisip Unair Henry Subiakto mengomentari aksi unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja yang diikuti oleh banyak intelektual muda. Menurutnya, para intelektual tersebut tak seharusnya turun ke jalan dan lebih memperjuangkan UU Cipta Kerja lewat MK.

Henry Subiakto tampak menyayangkan hal tersebut lantaran dinilai tidak mencerminkan perilaku sebagai kaum terdidik.

"Buruh demo itu logis karena kekuatan utama mereka memang disitu bukan di argumentasi. Tapi kalau ngaku intelektual ikut demo seperti buruh, berarti mereka lemah dalam argumentasi, dan enggan adu dalil dan konsep di MK," tulis Henry lewat jejaring Twitter miliknya, Senin (12/10/2020).

Baca Juga: Diduga Sebar Hoaks, Nama-nama Petinggi KAMI yang Kabarnya Diciduk Polisi

Lebih lanjut lagi, para intelektual sekarang ini menurutnya lebih menyukai budaya grudak-gruduk yang dianalogikannya sebagai aksi unjuk rasa dengan cara turun langsung ke jalanan.

Kicauan Henry Subiakto Sebut Intelektual Tak Seharusnya Demo Turun Ke Jalan (Twitter/@Henrysubiakto).
Kicauan Henry Subiakto Sebut Intelektual Tak Seharusnya Demo Turun Ke Jalan (Twitter/@Henrysubiakto).

Dalam kicauan berikutnya, Henry Subiakto menjelaskan maksud dari argumennya. Ia mengatakan opininya tersebut hanya berlaku untuk demo UU Cipta Kerja.

"Tweet saya ini konteksnya demo UU Cipta Kerja sekarang, bukan demo dalam arti luas," tukasnya.

Henry Subiakto juga menekankan bahwa Indonesia adalah negara demokratis yang mana semua forum bisa dimanfaatkan.

"Kita ini di negara demokratis yang semua forum bisa dipakai. Aku ngetweet itu hanya dalam beberapa karakter untuk bahan diskusi. Kalau mau argumentasi yang luas bikin forum akademik atau di MK," tandasnya.

Baca Juga: Daftar 16 Titik Bekasi Dijaga Ketat dari Demo FPI dan PA 212

Kicauan Henry Subiakto mendapat berbagai reaksi dari sejumlah pihak. Banyak dari mereka yang tak sepakat dengannya lantaran intelektual khususnya mahasiswa sering kali menjadi corong demokrasi yang menyuarakan aspirasi.

"Menurut saya pendapat yang keliru. Demo bisa dilakukan oleh seluruh elemen, baik terpisah maupun bersama. Yang penting ikuti aturan hukum dan ketertiban oleh semua pihak. Pernyataan pemerintah juga harus bijak dan tidak melempar bola liar," kata salah seorang warganet.'

"Wah ya jelas. Benar sekali ini. Ngapain intelektual gelar berderet punya argumentasi kok ikut kemringet jalan kaki bareng buruh, petani, nelayan. Ya ndak level to. Biarin mereka protes sendiri, diadu rakyat vs rakyat seperti biasa, kalau sudah kisruh tinggal ditulis aja di media," ujar pemilik akun Twitter @mardiasih.

"Marsinah buruh intelek sekaligus bisa mengorganisis. Salim Kancil hingga Yu Patmi adalah petani intelek sekaligus bisa mengorganisir. Mereka tidak hanya punya argumen tapi punya nurani perjuangan kepada keadilan," imbuhnya.

Beberapa pejabat pun terlihat di kolom balasan, salah satunya Eks Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu.

Said Didu pun tampak tidak sepakat dengan pernyataan Henry Subiakto.

Hingga artikel ini diturunkan, kicauan Henry Subiakto telah diretweets ribuan kali dan disukai sekitar 4.600 orang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI