Suara.com - Ketua Setara Institute Hendardi menyampaikan sejumlah catatan untuk menanggapi gelombang unjuk rasa penolakan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja.
Hendardi mengatakan unjuk rasa adalah artikulasi kebebasan berpendapat yang dijamin UUD 1945 dan juga instrumen hak asasi manusia. Itu sebabnya, secara prinsip, unjuk rasa yang menolak UU Cipa Kerja sah dan harus dihormati.
Tetapi, Hendardi juga menekankan kebebasan harus dijalankan dengan tidak melanggar pembatasan-pembatasan yang sudah ditetapkan, seperti larangan melakukan pengrusakan, tidak menimbulkan anarki sosial, tidak mengganggu ketertiban umum dan lain sebagainya.
Jika aksi unjuk rasa berpotensi menimbulkan anarki sosial, Hendardi mendukung aparat penegak hukum bertindak. Namun, tindakan aparat mesti dilakukan dengan cara-cara yang dibenarkan.
Baca Juga: Berkurang 200 Halaman Lebih, Draft UU Cipta Kerja Terus Berubah-ubah
Aksi dengan kekerasan yang terjadi di beberapa tempat pada 5-7 Oktober 2020, menurut Hendardi, semestinya memberikan pembelajaran bagi semua pihak untuk menahan diri dalam menyampaikan aspirasi.
Dikatakan, peristiwa awal Oktober tersebut juga menggambarkan bahwa aksi dalam jumlah massa yang besar hampir pasti mengundang conflict enterpreneur untuk memanfaatkan situasi untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
Penyebaran informasi terkait rencana aksi lanjutan dengan agenda-agenda yang melampaui dari isu UU Cipta Kerja di tengah masyarakat telah menimbulkan keresahan dan ketakutan, kata Hendardi.
Aksi unjuk rasa dengan agenda-agenda ekstra konstitusional harus dicegah dengan tindakan hukum yang akuntabel. Dikatakan, percampuran kepentingan dan agenda aksi oleh berbagai komponen masyarakat telah menggambarkan bahwa aksi unjuk rasa yang diselenggarakan hari ini memiliki kerentanan lebih luas mengganggu ketertiban sosial.
Untuk kembali memusatkan energi penolakan terhadap UU Cipta Kerja, elemen masyarakat disarankan Hendardi dapat menggunakan mekanisme yang tersedia dalam sistem ketatanegaraan, yakni menguji pasal-pasal yang kontroversial ke meja Mahkamah Konstitusi. Termasuk sejumlah catatan formil yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur pembentukan UU juga bisa diujikan ke Mahkamah Konstitusi.
Baca Juga: Ferdinand Yakin Intelijen Sudah Petakan Semua Terkait Demo Istana Siang Ini