Dewas Ungkap Firli Ingin Kasus Gratifikasi Kemendikbud Dipegang KPK

Senin, 12 Oktober 2020 | 16:54 WIB
Dewas Ungkap Firli Ingin Kasus Gratifikasi Kemendikbud Dipegang KPK
Ketua KPK Firli Bahuri menjalani sidang etik atas perilaku hidup mewah yang dilakukannya karena menggunakan helikopter khusus saat kembali ke kampung halamannya di Sumsel.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris mengungkapkan jika Ketua KPK Firli Bahuri disebut ingin jika penanganan kasus suap rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ kepada pejabat Kemendikbud ditangani KPK. 

Hal itu diungkap Syamsuddin dalam sidang putusan pelanggaran etik dengan terperiksa Plt Direktur Pengaduan Masyarakat Aprizal.

"Ini ada OTT kenapa tidak diambil alih. Saudara pernah menjadi direktur lidik. Seharusnya ditangani oleh KPK. Terperiksa pun menjawab itu tidak ada PN-nya (penyelenggara negara). Direspons oleh ketua, enggak itu sudah ada pidananya harus KPK yang menangani. Saudara ,silakan menghubungi deputi penindakan," kata Syamsuddin Haris, di Gedung ACLC, KPK Lama, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (12/10/2020).

Kasus suap kepada pejabat Kemendikbud ini berawal dari pengaduan yang diterima Dumas KPK pada 15 Mei 2020 lalu.  Dalam pengaduan itu, KPK diminta untuk menelisik adanya dugaan suap dari rektor UNJ kepada pejabat Kemendikbud. 

Baca Juga: Tok! Sidang Etik OTT Kemendikbud, Pegawai KPK Cuma Divonis Ringan

Barang bukti yang disita dari hasil operasi tangkap tangan di Kemendikbud di antaranya adalah uang 1.200 dolar Amerika Serikat serta Rp 8 juta dan rekaman CCTV sekaligus bukti WhatsaAp rektor UNJ kepada Kepala Bagian SDM UNJ.

Syamsuddin pun meneruskan, bahwa terperiksa Aprizal kembali menyampaikan melalui pesan WhatsaAp menganggap penanganan kasus OTT Kemendikbud sama seperti dugaan gratifikasi di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Memang, Pada 5 Februari 2020 lalu, KPK membantu Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung mengamankan pejabat di PN Jakbar terkait penerimaan gratfikasi sebesar Rp 15 juta. Meskipun dalam kegiatan operasi penerimaan gratifikasi kecil perlu dilakukan untuk memperkuat APIP.

"Terperiksa Aprizal mengirim 'whatsaap' ke semua pimpinan dan deputi PIPM, termasuk ke Firli. Terperiksa mengatakan' saya kira ini penanganannya sama seperti di pengadilan Jakarta Barat," ucap Syamsuddin

"Bahwa 'whatsaap' istilah terperiksa Aprizal membantu OTT. Saya membantu adanya OTT bukan untuk ditangani karena tidak ada PN-nya. Terperiksa juga menceritakan rektor juga belum diperiksa. Karyoto, terus membalas ini perintah loh dari pak Firli. Saya nggak bisa ngapa-ngapain ini perintah pak Firli," imbuhnya.

Baca Juga: Hari Ini Dewas KPK Bacakan Putusan Etik Kasus OTT Kemendikbud

Sehingga pada 20 Mei 2020, KPK melakukan penyelidikan atas kasus OTT Kemendikbud. Namun, setelah itu KPK akhirnya melimpahkan berkas perkara kepada Polda Metro Jaya.

Namun dalam perjalanannya, polisi menghentikan kasus tersebut saat masih dalam proses penyelidikan. 

Dalam putusan sidang etik terperiksa Aprizal, Dewas KPK menjatuhkan vonis ringan kepada Aprizal setelah dinyatakan bersalah melanggar kode etik.  Sanksi ringan itu berupa teguran lisan agar tak mengulangi perbuatannya sebagai pegawai KPK.

"Menghukum Terperiksa dengan sanksi ringan berupa teguran lisan yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya dan agar terperiksa sebagai insan komisi senantiasa menjaga sikap dan perilaku dng menaati larangan dan kewajiban yang diatur dalam kode etik dan pedoman perilaku KPK," ucap Tumpak.

Adapun hal memberatkan terperiksa Aprizal, tak menyadari pelanggaran yang telah dilakukan.

"Hal meringankan terperiksa (Aprizal) belum pernah dihukum akibat pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku. Terperiksa kooperatif sehingga memperlancar jalannya persidangan," tutup Tumpak

Seperti diketahui, Aprizal dilaporkan kepada Dewas KPK atas dugaan pelanggaran etiknya terkait, tak melakukan kordinasi melakukan kegiatan operasi tangkap tangan atau OTT di Kementerian pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang turut melibatkan Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Para awak media tetap dapat memantau persidangan. Meski tak dapat masuk ke ruang sidang, namun dapat dengan emonitor TV di Gedung KPK Lama C-1, Jakarta Selatan.

"Untuk teknis kebutuhan peliputan sama dengan putusan sebelumnya. Ada monitor TV di lobby C1 yang menyiarkan langsung jalannya persidangan," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dikonfirmasi pagi tadi.

Sebelumnya, Majelis Etik yang dipimpin langsung oleh Dewas KPK telah menggelar putusan sidang etik dua terperiksa yakni Ketua KPK Firli Bahuri dan Ketua WP KPK Yudi Poernomo.

Firli Bahuri hanya mendapatkan sanksi ringan atau tertulis dua yang diberikan Dewas KPK. Firli terbukti bersalah bergaya hidup mewah dari Palembang ke Baturaja menggunakan helikopter mewah beberapa waktu lalu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI