Suara.com - Presiden Joko Widodo mempersilakan rakyat penolak Undang-Undang Cipta Kerja untuk melakukan uji materi atau judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi.
Menanggapi itu, kalangan buruh justru pesimis MK bisa netral.
Ketua Umum FSP LEM SPSI Arif Minardi mewakili serikat dan konfederasi buruh lainnya mengaku waswas apabila mereka kemudian harus memperjuangkan penolakannya terhadap UU Ciptaker melalui uji materi di MK.
"Katakanlah kami juga waswas di MK itu. Terus terang sajalah bahwa kami curiga bahwa MK tidak netral," kata Arif dalam konferensi pers virtual, Senin (12/10/2020).
Baca Juga: Cegah Demo Susulan, TNI-Polri Bakal Patroli Keliling Jakarta
Kendati begitu, Arief berujar pihaknya bukan berarti menutup kemungkinan akan melakukam uji materi. Namun sebelum mengarah ke sana, dirinya akan lebih dulu mempelajari UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, yang merupakan Perubahan Ketiga atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.
Sambil terus berjalan, Arif memastikan para buruh bakal melakukan aksi lainnya baik demonstrasi atau apapun sesuai aturan untuk menyampaikan tuntutan mereka menolak UU Ciptaker.
"Jadi begini, kita akan melakukan semua gerakan atau antisipasi atau apapun yang semuanya sesuai undang-undang, mulai aksi unjuk rasa, kemudian ada eksektuif review, ada legislatif review, itu kita dari juga dari pakar hukum menurut para hukum begitu termasuk judicial review," tutur Arif.
Diminta Lari ke MK
Presiden Joko Widodo mempersilakan pihak manapun untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi jika yang tidak puas dengan Undang-Undang Cipta Kerja.
Baca Juga: Dihalau Polisi, Buruh: Besok dari Utara hingga Selatan, Kita Kepung Istana!
Jokowi dalam keterangan pers secara virtual terkait UU Cipta Kerja dari Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (9/10/2020), menegaskan bahwa sistem ketatanegaraan di negeri ini memang menggariskan seperti itu.
“Jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silakan ke MK,” katanya.
Jokowi mengatakan telah memimpin rapat terbatas secara virtual pada Jumat (9/10/2020) dengan jajaran kabinet untuk membahas UU Cipta Kerja yang mendatangkan polemik di kalangan masyarakat setelah disahkan.
Jokowi mencatat setidaknya terdapat 11 klaster dalam UU tersebut yang secara umum bertujuan untuk mempercepat transformasi ekonomi.
UU Cipta Kerja, di antaranya mengatur urusan penyederhanaan perizinan, investasi ketenagakerjaan, pengadaan lahan kemudahan berusaha riset dan inovasi administrasi, kemudahan dan perlindungan UMKM, investasi dan proyek pemerintah, serta urusan kawasan ekonomi.
Presiden menegaskan Indonesia membutuhkan UU Cipta Kerja untuk membuka peluang lapangan kerja yang lebih luas.