Suara.com - Dosen Hukum Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Nabiyla Risfa Izzati menyampaikan sejumlah catatan di balik klarifikasi DPR RI mengenai hoaks UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Dalam klarifikasi hoaks UU Cipta Kerja yang disampaikan oleh DPR RI, ada sejumlah catatan yang dinilai tidak transparan.
Nabiyla menjelaskan telah melakukan analisis menggunakan draf final paripurna UU Cipta Kerja.
Pasalnya, belum ada draf resmi yang disampaikan oleh pemerintah terkait UU yang sudah disahkan pada Senin (5/10/2020).
Beredarnya disinformasi terkait isi UU Cipta Kerja di masyarakat tak lepas dari pemerintah yang tak mampu memberikan akses terhadap dokumen UU.
"Ini adalah preseden buruk bagi pembuatan peraturan perundangan di Indonesia," kata Nabiyla kepada Suara.com, Senin (12/10/2020).
Berikut hasil analisis yang dilakukan Nabiyla mengenai klarifikasi DPR RI soal UU Cipta Kerja:
1. Benarkah uang pesangon akan dihilangkan?
Kata DPR:
Uang pesangon tetap ada
Faktanya:
Uang pesangon memang masih ada, tapi yang dipermasalahkan adalah ketentuan perubahan Pasal 156 ayat (2) yang menyebutkan uang pesangon diberikan 'paling banyak'. Jelas berubah 180 derajat dari ketentuan UU Ketenagakerjaan yang mengatur uang pesangin 'paling sedikit'.
Baca Juga: LBH Tuding Polisi Lakukan Kekerasan saat Tangkap Pendemo Omnibus Law
Implikasinya adalah perusahaan boleh memberikan uang pesangon di bawah ketentuan UU Cipta Kerja. Karena, ketentuannya mengatur batas maksimal, tidak seperti UU Ketenagakerjaan yang mengatur batas minimal.