Jokowi Lebih Pilih Tengok Bebek Simbol Perhatian Pada Rakyat Kecil

Siswanto Suara.Com
Senin, 12 Oktober 2020 | 11:16 WIB
Jokowi Lebih Pilih Tengok Bebek Simbol Perhatian Pada Rakyat Kecil
Presiden Joko Widodo [Biro Pers Istana]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kritik cendekiawan muslim Ulil Abshar Abdalla terhadap kepemimpinan Presiden Joko Widodo -- yang puncaknya menyetujui pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja -- ditanggapi analis politik dan ekonomi Rustam Ibrahim.

Salah satu kritik Ulil menyoroti keputusan Jokowi memilih meninggalkan ibu kota untuk kunjungan kerja ke Kalimantan Tengah daripada menemui buruh dan mahasiswa yang demonstrasi menolak pengesahan UU Cipta Kerja pada Kamis (8/10/2020). "Yang ironis, Presiden pergi ke Kalteng untuk, antara lain, melakukan hal yang begitu remeh: menengok bebek," kata Ulil. Ulil menilai komunikasi politik Jokowi buruk.

Tetapi menurut Rustam, kunjungan Jokowi ke Kalimantan Tengah, antara lain untuk melihat peternakan bebek, bisa jadi merupakan cara untuk menunjukkan bahwa Kepala Negara lebih memprioritaskan pada masyarakat kecil.

"Menengok bebek mungkin simbolisasi untuk menunjukkan perhatian Presiden kepada rakyat kecil. Yang mungkin dipandangnya lebih penting dari penolakan UU Cipta Kerja yang sarat politisasi," kata Rustam.

Baca Juga: Presiden PKS Blak-blakan UU Ciptaker Prosedur dan Substansinya Somplak

Ulil mencatat beberapa hal yang dinilainya menjadi blunder yang dilakukan Jokowi. Dia khawatir kepercayaan publik terhadap pemerintah makin berkurang jika Jokowi tak benar-benar mendengarkan aspirasi masyarakat yang dipimpin. "Pak Jokowi, plis bersikaplah lebih rendah hati. Dengarkan suara orang-orang yang memprotes kebijakan Anda. Tak ada gunanya mengejar ambisi untuk menyelesaikan proyek-proyek besar yang ambisius, tapi mengabaikan suara publik. Nuwun sewu, Pak Presiden."

Sebaliknya, menurut penilaian Rustam, Jokowi justru mendengarkan masukan dari masyarakat yang memprotes UU Cipta Kerja. Menurut Rustam UU Cipta Kerja merupakan salah satu program yang disampaikan Jokowi ketika dulu dilantik menjadi Presiden.

"Saya pikir Jokowi mendengar suara orang-orang yang memprotesnya. Tapi tidak berarti harus membatalkan UU Cipta Kerja. UU Cipta Kerja adalah program legislasi utama Presiden yang diucapkannya waktu pelantikan dan disusun lebih 1.000 halaman dan sukses disetujui DPR. Mengatakan suara publik tentu perlu diukur," kata Rustam.

Jokowi diminta rendah hati

Setelah pemerintah menyetujui pengesahan undang-undang sapu jagat yang kontroversial, UU Cipta Kerja, Presiden Jokowi menuai badai kritik.

Baca Juga: Banyak Blunder, Ulil: Pak Jokowi, Please Bersikaplah Lebih Rendah Hati

Berpijak pada keadaan sekarang, Ulil memprediksi keadaan bangsa yang diwarnai ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah akan berlangsung hingga empat tahun kedepan atau hingga pemilu 2020.

Ulil menekankan bahwa dia amat menyayangkan langkah pemerintah Jokowi melakukan sejumlah "blunder politik" dalam setahun terakhir. "Sayang sekali."

Beberapa "blunder politik" yang dilakukan pemerintah Jokowi dalam setahun terakhir yang disebutkan Ulil dalam media sosial, antara lain revisi UU KPK yang melemahkan lembaga anti-rasuah itu, penanganan pandemi Covid-19 yang disebut Ulil kacau, pemerintah tetap ngotot melaksanakan pilkada serentak di tengah pandemi, dan yang terbaru, "ngebut" mengesahkan UU Cipta Kerja.

Sejumlah "blunder politik" pemerintah dinilai Ulil telah menggerus kepercayaan publik. Dalam empat tahun sisa pemerintahan Jokowi ini, Ulil memprediksi akan susah mengerek kepercayaan publik kembali. Sebab, sudah ada tren dalam setahun terakhir ini: Jokowi seperti tak peduli pada suara publik.

Perkembangan menarik dari keadaan sekarang, menurut Ulil, elemen masyarakat yang selama ini jarang atau malahan tidak pernah membicarakan politik, tiba-tiba ikut peduli pada proses pengesahan UU Cipta Kerja yang penuh masalah.

"Mereka ini tiada lain adalah K-Popers. Ini menandakan: something has seriously gone wrong," kata Ulil.

Menurut pendapat Ulil jika Presiden Jokowi tidak mau mengubah sikap dan mulai rendah hati menunjukkan komunikasi publik yang menandakan bersedia mendengar aspirasi rakyatnya, sulit akan ada pemulihan kepercayaan publik.

"Yang terjadi adalah makin merosotmya kepercayaan itu," kata Ulil.

Dalam pernyataan yang disampaikan di media sosial, Ulil juga menyebutkan beberapa momen politik yang menurut dia menandakan bahwa Presiden Jokowi seperti sengaja men-cuek-kan suara-suara profetik dan nurani publik.

"Pertama, waktu revisi UU KPK. Saya ingat, waktu itu banyak tokoh-tokoh senior di republik ini yang membujuk Jokowi untuk menerbitkan perppu. Dia ndak peduli," katanya.

Momen lain yang disebutkan Ulil, waktu dua ormas Islam besar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah, meminta agar pelaksanaan pilkada serentak akhir tahun 2020 ditunda karena pandemi, Presiden Jokowi tak peduli.

"Ia jalan terus, as if nothing happens," kata Ulil.

Momen terakhir: Presiden Jokowi meninggalkan ibu kota ketika buruh dan mahasiswa demo atas pengesahan UU Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020). "Yang ironis, Presiden pergi ke Kalteng untuk, antara lain, melakukan hal yang begitu remeh: menengok bebek," katanya.

Menurut Ulil momen-momen tersebut menegaskan komunikasi politik yang dilakukan Presiden amat buruk. "Buruk sekali."

Menilai serangkaian tindakan Presiden Jokowi dalam beberapa bulan terakhir, sejak November tahun 2019, Ulil melihat suatu pola yang relatif ajeg, yaitu: "Presiden makin terputus dari realitas masyarakat. Dia hanya mau peduli pada ambisi-ambisi besarnya."

Jika Presiden Jokowi bersikap seperti ini terus-menerus sampai akhir jabatan, Ulil khawatir dia hanya akan mencicil secara akumulatif ketidak-percayaan publik dari waktu ke waktu. Itu sebabnya, Ulil menyarankan siapapun yang ada di lingkaran dalam Presiden, harus ada yang mengingatkan. "Ini ndak bener."

"Pak Jokowi, plis bersikaplah lebih rendah hati. Dengarkan suara orang-orang yang memprotes kebijakan Anda. Tak ada gunanya mengejar ambisi untuk menyelesaikan proyek-proyek besar yang ambisius, tapi mengabaikan suara publik. Nuwun sewu, Pak Presiden."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI