Bangladesh Pertimbangkan Hukuman Mati Bagi Pelaku Pemerkosaan

Minggu, 11 Oktober 2020 | 18:21 WIB
Bangladesh Pertimbangkan Hukuman Mati Bagi Pelaku Pemerkosaan
Ilustrasi perkosaan. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah Bangladesh akan mempertimbangkan untuk memberlakukan hukuman mati kepada pelaku pemerkosaan. Hal itu disampaikan Menteri Hukum Anisul Huq, jumat (9/10/2020).

Menyadur Arab News, proposal terkait revisi dan amandemen undang-undang pemerkosaan kini tengah dirancang. Peninjauan tersebut akan diserahkan ke kabinet pada Senin (12/10/2020).

Wacana merevisi UU pemerkosaaan, termasuk menambahkan hukuman mati di dalamnya dilakukan pemerintah menyusul demo besar-besaran yang terjadi pekan lalu.

Demonstran menuntut perdana menteri untuk memberlakukan hukuman mati bagi terpidana pemerkosa. Aksi unjuk rasa menyeruak usai terjadinya dua pemerkosaan berkelompok di distrik Noakhali dan Sylhet.

Baca Juga: 2 Bule Turki Dipolisikan, Diduga Perkosa Wanita di Ubud

Menurut data dari kelompok hak asasi manusia Ain O Salish Kendro, 975 wanita diperkosa antara Januari dan September tahun ini, dengan 208 di antaranya mengalami pemerkosaan berkelompok.

Empat puluh lima wanita tewas setelah diserang, sementara 12 dilaporkan telah bunuh diri.

Wacana pemerintah menerapkan hukuman mati mendapat dukungan dari Menteri Urusan Perempuan dan Anak Bangladesh, Fazilatun Nessa Indira.

“Saya sangat sedih atas pemerkosaan dan insiden kekerasan baru-baru ini di negara ini," kata Fazilatun Nessa Indira.

"Saya mengungkapkan solidaritas saya dengan para pengunjuk rasa dan secara pribadi percaya bahwa pelakunya harus dihukum mati."

Baca Juga: Jacky Ena-enak di Kost Gadis Bali, Digerebek Bapaknya, Ngumpet di Plafon

Sementara Sekretaris Jenderal AL dan menteri pemerintah Obaidul Quader mendesak masyarakat untuk bersabar dan menginformasikan pihak berwenang tentang setiap insiden kekerasan terhadap perempuan.

"Saya akan memberitahu semua orang untuk bersabar, tidak perlu protes," katanya dalam pertemuan partai pada Selasa (6/10/2020).

“Pemerintah tidak membebaskan siapa pun yang terlibat. Itu sebabnya pemerintah membawa para pelaku ke pengadilan untuk menyelesaikan masalah."

Sebelumnya, kelompok-kelompok hak asasi mendesak agar Undang-Undang Penindasan Perempuan dan Anak direvisi.

Pihak berwenang juga diminta membuat amandemen yang diperlukan sehingga para pelaku tidak dapat memanfaatkan celah untuk menghindari keadilan.

"Kami perlu melihat keseluruhan situasi dari pendekatan holistik," kata aktivis hak asasi manusia Khushi Kabir.

"Pihak berwenang yang bertanggung jawab harus mengingat bahwa tugas mereka adalah mengabdi kepada negara, bukan partai politik mana pun."

Sheikh Hafizur Rahman Karzon, seorang profesor hukum di Universitas Dhaka, mengatakan perlu ada perubahan dalam proses persidangan yang ada untuk kasus pemerkosaan.

“Dalam beberapa kasus, undang-undang tidak ramah perempuan. Para korban harus menghadapi putaran malu lainnya selama persidangan," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI