Draf Final UU Ciptaker Belum Ada, Syahrial: Pemerintah Monopoli Kebenaran

Minggu, 11 Oktober 2020 | 12:21 WIB
Draf Final UU Ciptaker Belum Ada, Syahrial: Pemerintah Monopoli Kebenaran
Presiden Joko Widodo bersiap menyampaikan pidato untuk ditayangkan dalam Sidang Majelis Umum ke-75 PBB secara virtual di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu (23/9/2020). [ANTARA FOTO]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Politisi Partai Demokrat Syahrial Nasution angkat bicara mengenai draf final UU Omnibus Law Cipta Kerja yang belum juga dipublikasikan namun sudah disahkan. Menurutnya, pemerintah sengaja memonopoli kebenaran.

Hal itu disampaikan oleh yahrial melalui akun Twitter miliknya @syahrial_nst.

Syahrial memberikan sindiran menohok kepada pemerintah yang diklaimnya telah melakukan monopoli kebenaran.

"Sudah satu minggu draf final RUU Cilaka belum juga dirilis tapi sudah diputus jadi UU. Pemerintah memonopoli kebenaran," kata Syahrial seperti dikutip Suara.com, Minggu (11/10/2020).

Baca Juga: 36 Tahun Jadi Pengacara, Hotman Paris Ungkap Cara Menolong Buruh

Tak sampai disitu, aksi unjuk rasa masyarakat di berbagai wilayah menolak UU Omnibus Law juga justru dituduh sebagai bentuk penyebaran hoaks.

Komentar Syahrial Nasution soal draf UU Cipta Kerja belum dirilis (Twitter/syahrial_nst)
Komentar Syahrial Nasution soal draf UU Cipta Kerja belum dirilis (Twitter/syahrial_nst)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kini justru melempar persoalan polemik uu kontroversial tersebut ke ranah Mahkamah Konstitusi.

"Respons rakyat dituduh hoaks, tanggungjawab dilempar kepada MK, seolah aksi demo inkonstitusional," ungkapnya.

"MK dirundung curiga karena baru terima 'hadiah', senyap, tak kuasa menepis prasangka," imbuhnya.

Ajukan Judicial Review

Baca Juga: Mengesahkan, Tapi Anggota DPR Belum Bisa Akses Draf Final UU Cipta Kerja?

Presiden Joko Widodo secara terbuka memberi ruang kepada masyarakat luas apabila UU Cipta Kerja tersebut dirasa belum sesuai harapan.

"Jika tidak puas silakan mengajukan uji materi atau judicial review melalui Mahkamah Konstitusi," ungkapnya.

Jokowi menjelaskan, dalam UU Cipta Kerja terdapat 11 klaster yang secara umum bertujuan untuk melakukan reformasi struktural dan mempercepat transformasi ekonomi.

Adapun klaster tersebut antara lain urusan penyederhanaan perizinan, urusan persyaratan investasi, urusan ketengakerjaan, urusan pengadaan lahan, urusan kemudahan berusaha, urusan dukungan riset dan inovasi.

Urusan administrasi pemeritahan, urusan pengenaan sanksi, urusan kemudahan pemberdayaan dan perlindungan UMKM, urusan investasi dan proyek pemerintah, serta urusan kawasan ekonomi.

Jokowi mengungkapkan, UU Cipta Kerja tetap dibutuhkan kendati dianggap tidak berpihak pada kepentingan rakyat.

Setidaknya, terdapat enam alasan mengapa Jokowi tetap mempertahankan UU Omnibus Law Cipta Kerja itu.

Pertama, kata Jokowi, setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru yang masuk ke pasar kerja, sehigga kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat-sangat mendesak.

"Jadi UU Cipta Kerja bertujuan menyediakan sebanyak-banyaknya lapangan kerja bagi para pencari kerja dan pengangguran," sambungnya.

Kedua, UU Cipta Kerja menurutnya bisa memudahkan masyarakat khususnya Usaha Mikro Kecil (UMKM), untuk membuka usaha baru.

Ketiga, UU Cipta Kerja mendukung pencegahan dan pemberantasan korupsi karena penyederhanaan menggunakan sistem elektronik dianggap dapat menghilangkan pungli.

Keempat, muatan Omnibus Law tersebut menepis berbagai isu miring soal jaminan sosial, AMDAL, komersialisasi pendidikan hingga bank tanah.

Kelima, lanjut Jokowi, UU Cipta Kerja tidak melakukan resentralisasi kewenangan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat.

Keenam, UU Cipta Kerja masih memerlukan banyak PP dan Perpres yang membutuhkan masukan dari masyarakat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI