Wacana Paripurna UU Ciptaker Ulang sampai Jokowi Tangkis 8 Kabar Angin

Siswanto Suara.Com
Sabtu, 10 Oktober 2020 | 06:11 WIB
Wacana Paripurna UU Ciptaker Ulang sampai Jokowi Tangkis 8 Kabar Angin
Presiden Joko Widodo [Biro Pers Istana]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Undang-Undang Cipta Kerja telah disahkan DPR dan pemerintah pada Senin, 5 Oktober 2020. Polemik masih berlangsung hingga hari ini, Sabtu (10/10/2020).

Dijelaskan Presiden Joko Widodo dalam konferensi pers secara daring pada Jumat (9/10/2020) dari Istana Kepresiden Bogor, UU Cipta Kerja memiliki tiga tujuan. Pertama, menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya, kedua memudahkan masyarakat khususnya usaha mikro kecil untuk membuka usaha baru, serta ketiga mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Jokowi menilai gelombang unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja beberapa hari terakhir dilatarbelakangi oleh disinformasi mengenai substansi dari UU dan hoaks yang beredar di media sosial.

Dalam konferensi pers itu, Jokowi meluruskan berbagai disinformasi yang berkembang di masyarakat.

Baca Juga: Cikeas Dituduh Danai Peristiwa 8 Oktober, Demokrat Berang

Isu pertama, penghapusan upah minimum provinsi), upah minimum kabupaten atau kota, dan upah minimum sektoral provinsi. “Hal ini tidak benar, karena faktanya upah minimum regional  tetap ada,” kata Jokowi.

Isu kedua: upah minimum dihitung per jam. “Ini juga tidak benar, tidak ada perubahan dengan sistem yang sekarang. Upah bisa dihitung berdasarkan waktu dan berdasarkan hasil,” ujar Jokowi.

Isu ketiga: semua cuti (cuti sakit, cuti kawinan, cuti khitanan, cuti baptis, cuti kematian, dan cuti melahirkan) dihapuskan dan tidak ada kompensasinya. “Saya tegaskan juga ini tidak benar, hak cuti tetap ada dan dijamin,” ujar Presiden.

Isu keempat: perusahaan bisa mem-PHK kapanpun secara sepihak. “Ini juga tidak benar, yang benar perusahaan tidak bisa mem-PHK secara sepihak,” kata Presiden.

Isu kelima: penghapusan amdal (analisis mengenai dampak lingkungan). “Itu juga tidak benar, amdal tetap ada. Bagi industri besar harus studi amdal yang ketat tetapi bagi UMKM lebih ditekankan pada pendampingan dan pengawasan,” kata Kepala Negara.

Baca Juga: Pengamat Hukum: Jokowi Harus Buka Ruang Dialog soal Omnibus Law Cipta Kerja

Isu keenam: mendorong komersialisasi pendidikan. “Ini juga tidak benar, karena yang diatur hanyalah pendidikan formal di di Kawasan Ekonomi Khusus, di KEK,” kata Presiden.

Jokowi menekankan UU Cipta Kerja tidak mengatur perizinan pendidikan, apalagi perizinan untuk pendidikan di pondok pesantren. “Itu tidak diatur sama sekali dalam Undang-Undang Cipta Kerja ini dan aturannya yang selama ini ada tetap berlaku,” katanya.

Isu ketujuh: terkait keberadaan bank tanah. Dijelaskan Presiden bahwa bank tanah diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, dan konsolidasi lahan, serta reforma agraria.

“Ini sangat penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap kepemilikan tanah, kepemilikan lahan, dan kita selama ini tidak memiliki bank tanah,” kata Jokowi.

Isu kedelapan: jaminan sosial dan kesejahteraan lainnya hilang. “Yang benar, jaminan sosial tetap ada,” kata Presiden.

Keyakinan pemerintah

Pemerintah berkeyakinan bahwa adanya UU Cipta Kerja dapat memperbaiki kehidupan pekerja. 

“Pemerintah berkeyakinan, melalui Undang-Undang Cipta Kerja ini jutaan pekerja dapat memperbaiki kehidupannya dan juga penghidupan bagi keluarga mereka,” kata Jokowi.

UU Cipta Kerja memiliki tiga tujuan, yaitu menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya, memudahkan masyarakat khususnya usaha mikro kecil untuk membuka usaha baru, serta mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, katanya.

Setiap tahun terdapat sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru atau anak muda yang masuk ke pasar kerja sehingga kebutuhan atas lapangan kerja baru sangat-sangat mendesak. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 ini, terdapat kurang lebih 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja yang terdampak.

“Jadi Undang-Undang Cipta Kerja bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya bagi para pencari kerja serta para pengangguran,” kata Presiden.

Dalam UU Cipta Kerja, kata Jokowi, juga didorong penciptaan lapangan kerja baru di sektor padat karya. Lapangan pekerjaan ini diperlukan karena 87 persen dari total penduduk pekerja di Indonesia memiliki tingkat pendidikan setingkat SMA ke bawah, di mana 39 persennya memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar.

UU Cipta Kerja, tutur Presiden, juga akan memudahkan masyarakat, khususnya usaha mikro kecil untuk membuka usaha baru. “Regulasi yang tumpang tindih dan prosedur yang rumit dipangkas, perizinan usaha untuk usaha mikro kecil tidak diperlukan lagi, hanya pendaftaran saja, sangat simpel,” katanya.

Dicontohkan Presiden, pada UU Cipta Kerja ditegaskan bahwa pemerintah akan membiayai sertifikasi halal bagi UMK yang bergerak di sektor makanan dan minuman. Pembentukan perseroan terbatas atau PT juga akan dipermudah dan tidak ada lagi pembatasan modal minimum.

“Pembentukan koperasi juga dipermudah, (peserta) jumlahnya hanya sembilan orang saja koperasi sudah bisa dibentuk. Kita harapkan akan semakin banyak koperasi-koperasi di tanah air,” kata Presiden.

Pemberian izin kapal nelayan tangkap juga dipermudah dan hanya dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). “Kalau sebelumnya harus mengajukan ke Kementerian KKP, Kementerian Perhubungan, dan instansi-instansi yang lain, sekarang ini cukup dari unit di Kementerian KKP saja,” kata Jokowi.

UU yang disahkan pada tanggal 5 Oktober lalu ini, kata Presiden, juga mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. “Ini jelas, karena dengan menyederhanakan, dengan memotong, dengan mengintegrasikan ke dalam sistem perizinan secara elektronik, maka pungutan liar (pungli) dapat dihilangkan,” kata Presiden.

Dalam UU Cipta Kerja, sebagaimana disampaikan Presiden, terdapat sebelas klaster yang secara umum bertujuan untuk melakukan reformasi struktural dan mempercepat transformasi ekonomi. Sebelas klaster tersebut meliputi klaster penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, pengadaan lahan, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, kemudahan pemberdayaan dan perlindungan UMKM, investasi dan proyek pemerintah, serta kawasan ekonomi.

Dinilai cacat prosedur

Partai Demokrat merupakan salah satu partai yang menolak RUU Cipta Kerja disahkan menjadi UU. Mereka sampai walk out ketika rapat paripurna berlangsung awal pekan lalu.

Di tengah protes massa terhadap pemerintah dan DPR karena menganggap UU Cipta Kerja akan merugikan kehidupan mereka rakyat kecil, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Jansen Sitindaon menggulirkan wacana rapat paripurna ulang. Dia menilai UU tersebut memiliki cacat prosedur.

"Membaca pernyataan beberapa anggota DPR RI sendiri mulai dari: ketika paripurna naskah RUU-nya tidak ada, sampai sekarang yang final masih dirapikan dan lain-lain, UU ini nyata telah cacat prosedur. Karena anggota DPR yang mengesahkan saja tidak tahu apa yang dia sahkan dan putuskan," kata Jansen.

Mempertimbangkan hal tersebut, menurut Jansen, "harusnya paripurna ulang."

Melalui media sosial, Jansen menjelaskan sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011, DPR punya waktu paling lama tujuh hari untuk menyerahkan UU Cipta Kerja yang telah disetujui ke Presiden.

"Tapi rentang waktu tujuh hari ini saya pahami bukan untuk "utak-atik" ulang isinya. Karena isinya sudah disahkan di paripurna. Pertanyaannya isi mana yang jadi pegangan jika diparipurna tidak dibagi?" kata dia.

Apakah paripurna ulang bisa dilakukan? Menurut Jansen, DPR yang bisa menjawabnya.

"Jikapun tidak bisa, ini perbandingan saja: sejak dulu jaksa tak bisa ajukan PK (263 ayat 1 KUHAP). Tapi dalam praktek atas nama tafsir mewakili kepentingan umum, korban dan lain-lain mereka ajukan dan ada yang diterima MA," kata Jansen.

Wacana yang digulirkan Jansen merupakan diskusi hukum. Dia berharap para pakar hukum dan pakar legislasi ikut berpendapat.

"Pandangan saya tidak ada keadilan substantif dapat diraih tanpa hukum formil -- proses pengambilan keputusan -- yang benar," kata dia.

Jika paripurna ulang tidak dimungkinkan terjadi, Jansen berharap proses ini menjadi catatan Mahkamah Konstitusi.

Anggota DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon -- Gerindra merupakan satu dari tujuh partai pendukung UU Cipta Kerja -- juga mengatakan sampai  Jumat (9/10/2020), kemarin, belum menerima naskah RUU Cipta Kerja.

"Sampai hari ini saya sebagai anggota DPR belum terima naskah RUU Omnibus Law yang disahkan 5 Oktober 2020," kata Fadli Zon.

Dia mengatakan sudah menanyakan hal itu dan mendapatkan penjelasan bahwa naskahnya sedang diteliti dan dirapikan.

"Saya tanya, masih diteliti dirapikan. Jadi memang UU ini bermasalah tak hanya substansi, tetapi juga prosedur," kata Fadli Zon.

Disarankan gugat ke MK

Jokowi mempersilakan pihak manapun untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi jika yang tidak puas dengan Undang-Undang Cipta Kerja.

Jokowi dalam keterangan pers secara virtual dari Istana Kepresidenan, Bogor, menegaskan bahwa sistem ketatanegaraan di negeri ini memang menggariskan seperti itu.

“Jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silakan ke MK,” katanya.

Jokowi mengatakan telah memimpin rapat terbatas secara virtual pada Jumat (9/10/2020) dengan jajaran kabinet untuk membahas UU Cipta Kerja yang mendatangkan polemik di kalangan masyarakat setelah disahkan.

Jokowi mencatat setidaknya terdapat 11 klaster dalam UU tersebut yang secara umum bertujuan untuk mempercepat transformasi ekonomi.

UU Cipta Kerja, di antaranya mengatur urusan penyederhanaan perizinan, investasi ketenagakerjaan, pengadaan lahan kemudahan berusaha riset dan inovasi administrasi, kemudahan dan perlindungan UMKM, investasi dan proyek pemerintah, serta urusan kawasan ekonomi.

Presiden menegaskan Indonesia membutuhkan UU Cipta Kerja untuk membuka peluang lapangan kerja yang lebih luas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI